MUSIK ITU HARAM

Fatwa Para Ulama Salaf Tentang Haramnya Musik dan Lagu

oleh:
Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
http://www.asysyariah.com

==================================

1. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ

“Nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati.” (Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, 4/2, Al-Baihaqi dari jalannya, 10/223, dan Syu’abul Iman, 4/5098-5099. Dishahihkan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 10. Diriwayatkan juga secara marfu’, namun sanadnya lemah)

2. Ishaq bin Thabba` rahimahullahu berkata: Aku bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullahu tentang sebagian penduduk Madinah yang membolehkan nyanyian. Maka beliau mejawab: “Sesungguhnya menurut kami, orang-orang yang melakukannya adalah orang yang fasiq (rusak).” (Diriwayatkan Abu Bakr Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf: 32, dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 244, dengan sanad yang shahih)

Beliau juga ditanya: “Orang yang memukul genderang dan berseruling, lalu dia mendengarnya dan merasakan kenikmatan, baik di jalan atau di majelis?”
Beliau menjawab: “Hendaklah dia berdiri (meninggalkan majelis) jika ia merasa enak dengannya, kecuali jika ia duduk karena ada satu kebutuhan, atau dia tidak bisa berdiri. Adapun kalau di jalan, maka hendaklah dia mundur atau maju (hingga tidak mendengarnya).” (Al-Jami’, Al-Qairawani, 262)

3. Al-Imam Al-Auza’i rahimahullahu berkata: ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu menulis sebuah surat kepada ‘Umar bin Walid yang isinya: “… Dan engkau yang menyebarkan alat musik dan seruling, (itu) adalah perbuatan bid’ah dalam Islam.” (Diriwayatkan An-Nasa`i, 2/178, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 5/270. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 120)

4. ‘Amr bin Syarahil Asy-Sya’bi rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, seperti air yang menumbuhkan tanaman. Dan sesungguhnya berdzikir menumbuhkan iman seperti air yang menumbuhkan tanaman.” (Diriwayatkan Ibnu Nashr dalam Ta’zhim Qadr Ash- Shalah, 2/636. Dihasankan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim, hal. 148)
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abid Dunya (45), dari Al-Qasim bin Salman, dari Asy- Sya’bi, dia berkata: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat biduan dan biduanita.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 13)

5. Ibrahim bin Al-Mundzir rahimahullahu –seorang tsiqah (tepercaya) yang berasal dari Madinah, salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah– ditanya: “Apakah engkau membolehkan nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang melakukannya menurut kami kecuali orang-orang fasiq.” (Diriwayatkan Al-Khallal dengan sanad yang shahih, lihat At-Tahrim hal. 100)

6. Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: “Para tokoh dari murid-murid Al-Imam Asy- Syafi’i rahimahullahu mengingkari nyanyian. Para pendahulu mereka, tidak diketahui ada perselisihan di antara mereka. Sementara para pembesar orang- orang belakangan, juga mengingkari hal tersebut. Di antara mereka adalah Abuth Thayyib Ath-Thabari, yang memiliki kitab yang dikarang khusus tentang tercela dan terlarangnya nyanyian.

Lalu beliau berkata: “Ini adalah ucapan para ulama Syafi’iyyah dan orang yang taat di antara mereka. Sesungguhnya yang memberi keringanan dalam hal tersebut dari mereka adalah orang-orang yang sedikit ilmunya serta didominasi oleh hawa nafsunya. Para fuqaha dari sahabat kami (para pengikut mazhab Hambali) menyatakan: ‘Tidak diterima persaksian seorang biduan dan para penari.’ Wallahul muwaffiq.” (Talbis Iblis, hal. 283-284)

7. Ibnu Abdil Barr rahimahullahu berkata: “Termasuk hasil usaha yang disepakati keharamannya adalah riba, upah para pelacur, sogokan (suap), mengambil upah atas meratapi (mayit), nyanyian, perdukunan, mengaku mengetahui perkara gaib dan berita langit, hasil seruling dan segala permainan batil.” (Al-Kafi hal. 191)

8. Ath-Thabari rahimahullahu berkata: “Telah sepakat para ulama di berbagai negeri tentang dibenci dan terlarangnya nyanyian.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14/56)

9. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Mazhab empat imam menyatakan bahwa alat-alat musik semuanya haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits riwayat Al-Bukhari rahimahullahu di atas. (Majmu’ Fatawa, 11/576)

Masih banyak lagi pernyataan para ulama yang menjelaskan tentang haramnya musik beserta nyanyian. Semoga apa yang kami sebutkan ini sudah cukup menjelaskan perkara ini.

Wallahu a’lam.

7 Tanggapan

  1. http://ainuamri.blogspot.com/

    Penerjemah (Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari) dalam pengantarnya berkata:

    Musik sudah menjadi makanan pokok bagi kebanyakan orang pada hari ini. Seakan-akan mereka tak bisa hidup tanpa musik dan lagu. Pagi-pagi buta suara musik lah yang mengalun pertama kali dari rumah-rumah mereka. Kalaulah kita data satu persatu, hampir di setiap rumah kita temui kaset atau CD musik, karaoke dan sejenisnya! Itulah realita kita!

    Virus musik dan nyanyian yang tersebar di kalangan masyarakat kita sudah mencapai titik yang sangat membahayakan. Bahaya itu dapat kita lihat dari maraknya penjualan cd-cd musik dan karaoke yang menjamur di kaki-kaki lima, mal-mal dan tempat-tempat umum lainnya. Dengan stelan musik yang keras, begitu memekakkan telinga dan mengganggu orang lain. Mereka tidak lagi menghiraukan kata-kata cabul, kotor dan tak senonoh yang menjadi lirik lagu tersebut. Sudah lumrah kata mereka!

    Tidakkah mereka tahu, virus musik dan nyanyian ini sangat besar daya rusaknya terhadap diri seseorang. Hancurnya generasi muda sekarang ini, kalau kita telusuri sebabnya, banyak yang berpangkal dari musik! Maka dari itu para ulama menyebut musik dan lagu ini sebagai jampi-jampi perzinaan! Memang benar, daya hipnotis musik lah yang mendorong mereka melakukan perzinaan, mulai dari zina tangan, zina mata, zina telinga, zina kaki sampai pada akhirnya dibuktikan oleh kemaluan!

    Kalau kita mau jujur, sebenarnya pangkal kerusakan ini tidak terlepas dari pendidikan orang tua yang sangat lemah! Anak-anak mereka sejak usia dini sudah dicekoki dengan musik dan lagu! Hingga kalau kebetulan kita melintas di jalanan atau sebuah gang kadang kita temui sekumpulan anak-anak kecil sedang bernyanyi menirukan penyanyi idolanya. Ajaibnya anak sekecil itu hafal lirik lagu dari awal sampai akhir!!

    Kalau dulu, pada era generasi Salafus Shalih penyanyi begitu hina kedudukannya di mata masyarakat, sekarang justru kebalikannya! Penyanyi begitu mulia dan terhormat dalam pandangan mereka sehingga seluruh gerak-geriknya jadi buah bibir dan berita, seluruh tindak-tanduk dan model penampilannya jadi trend di kalangan mereka.

    Akibat dari itu semua adalah memudarnya nilai-nilai ajaran agama yang murni! Al-Qur’an seakan sudah menjadi sesuatu yang ditinggalkan! Tidak lagi dirasakan kenikmatan saat mendengarnya! Shalat juga terganggu kekhusukannya. Memang, shalat adalah ibadah pertama yang terkena dampak dari kecanduan musik dan nyayian ini. Lirik-lirik lagu dan irama musik datang mengusik saat ia mengerjakan shalat! Hilanglah kenikmatan shalat baginya. Kadang kala ia juga meninggalkan shalat! Ia lebih memilih menikmati alunan musik daripada menyambut seruan adzan! Fenomena seperti ini banyak kita dapati di tengah-tengah masyarakat kita. Oleh sebab itu jangan heran bila pagelaran musik dipadati banyak pengunjung sementara jumlah orang yang shalat jama’ah di masjid dapat dihitung dengan jari! Itulah realita!

    Di lain pihak, ada pula yang berusaha mengemas musik bernafaskan Islam, kata mereka! Mereka sebut nyanyian ruhani, musik Islami, nasyid Islami dan seabrek istilah-istilah lainnya. Seakan-akan seluruh perkara yang dibubuhi kata-kata ‘Islami’ menjadi ‘label halal’ baginya. Padahal menurut Ibnul Qoyyim musik-musik yang katanya Islami itu ‘lebih berbahaya’ daripada jenis musik dan lagu selainnya. Karena pembubuhan kata Islami di situ merupakan pernyataan bahwa hal itu termasuk perkara yang ‘boleh’ menurut syariat Islam! Padahal Dienul Islam tidak pernah membolehkan hal itu! Maka dengan begitu ia bukan hanya sekedar maksiat namun meningkat menjadi bid’ah! Banyak kita dapati orang-orang yang menikmati musik dan lagu Islami itu berkeyakinan bahwa hal itu dapat meningkatkan keimanannya, mendorong berbuat taat, mendorongnya untuk lebih mencintai Allah dan Rasulullah! Ini adalah syubhat setan dalam menjerat mereka kepada hal-hal yang memalingkan mereka dari Al-Qur’an dan dari mentadabburinya!

    Banyak pula kita temui orang-orang yang tergugah hatinya, bangkit kesedihannya hingga berlinang air mata karena mendengar alunan nasyid atau syair! Namun tidak demikian halnya ketika mendengar alunan ayat-ayat Al-Qur’an! Hatinya tidak tersentuh sedikit pun!

    Demikianlah melalui musik dan nyanyian ini setan memalingkan anak Adam dari Kalamullah! Setan menebar jarat-jerat syubhat agar anak Adam tetap meyakini bahwa mendengarkan musik dan nyanyian ini bukanlah perkara yang perlu dipermasalahkan! Ini terbukti dengan sedikitnya buku-buku atau tulisan-tulisan yang membeberkan kebusukan musik dan nyanyian serta membongkar syubhat-syubhatnya!

    Banyak sekali syubhat-syubhat seputar masalah musik dan nyanyian yang dihembuskan oleh setan. Salah satu di antaranya, setan membisikkan kepada manusia, Apa bedanya mendengar musik dengan mendengar suara kicauan burung, hembusan angin, gemersik dedaunan, dan suara-suara alam lainnya?!

    Lalu syubhat model seperti ini termakan oleh orang-orang yang lemah akal dan imannya.

    Dalam buku ini, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah memberikan jawaban-jawaban dan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat semacam itu!

    Buku ini sendiri merupakan jawaban dari sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada para ulama tentang hukum musik, lagu dan nyanyian. Kemudian pertanyaan itu diajukan kepada para ulama dari empat madzab, yakni ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dan Ibnul Qayyim adalah salah satu dari delapan ulama yang memberikan jawaban. Dan jawaban beliau itu tertuang dalam sebuah uraian penjang yang beliau beri judul: Kasyful Ghithaa’ ‘an Hukmi Samaa’il Ghinaa’

    Seluruh ulama empat madzhab tersebut sepakat bahwa musik, lagu dan nyanyian itu haram hukumnya!

    Sepertinya buku ini perlu dibaca oleh kaum muslimin sekarang ini. Agar mereka tahu status hukum musik dan nyanyian serta dampak-dampak langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan olehnya. Karena bukan tidak sedikit diantara kaum muslimin yang masih beranggapan musik, nasyid, qasidah dan sejenisnya itu dibolehkan!? Lebih lanjut silakan mengikuti buku ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi diri kita dan masyarakat.

    Demikian dari penerjemah, terakhir sebagai pengingat kiranya perlu kita ketahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Akan muncul di kalangan umatku nanti beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat musik”. (Shahih Al-Bukhari no 5590, Musnad Imam Ahmad V/342, Sunan Abu Daud no. 3688, Sunan Ibnu Majah no. 4036). Lihat hal 41 buku ini.

    ==============================

    Judul buku : NOKTAH-NOKTAH HITAM SENANDUNG SETAN
    Judul asli : Kasyful Ghithaa’ ‘An Hukmi Samaa’i Ghinaa’
    Penulis : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
    Penerjemah : Abu Ihsan Atsari
    Penerbit : Darul Haq, Jakarta
    Tahun cetakan : (Cetakan I) Muharram 1422 H/ April 2002 M
    Ukuran buku : 26 cm, 315 halaman

  2. http://ainuamri.blogspot.com/

    NYANYIAN DAN MUSIK DALAM PANDANGAN ISLAM

    dikutip dari terjemahan mukhtasar ighatsatul lahfan min masyahidisy syaithan karya ibnu qayyim al jauziyah

    Termasuk tipu daya dan perangkap musuh Allah, yang dengannya terperdaya orang yang sedikit ilmu dan agamanya, serta terjaring dengannya hati orang-orang bodoh dan batil adalah mendengarkan siulan, tepuk tangan dan nyanyian dengan alat-alat yang diharamkan, yang menghalangi hati dari Al-Qur’an dan menjadikannya menikmati kefasikan dan kemaksiatan. Ia adalah qur’annya syetan, dinding pembatas yang tebal dari Ar-Rahman. Ia adalah mantera homosexual dan zina. Dengannya, orang fasik yang dimabuk cinta mendapatkan puncak harapan dari orang yang dicintainya. Dengan nyanyian ini, syetan memperdaya jiwa-jiwa yang batil, ia menjadikan jiwa-jiwa itu -melalui tipu daya dan makarnya- menganggap baik terhadap nyanyian. Lalu, ia juga me-niupkan syubhat-syubhat (argumen-argumen) batil sehingga ia tetap menganggapnya baik dan menerima bisikannya, dan karenanya ia menjauhi Al-Qur’an.

    Seandainya engkau melihat saat bagaimana mereka mendengarkan nyanyian tersebut; mereka tampak senyap dan hening, tidak sedikit pun bergerak, segenap hati mereka terkonsentrasi padanya, perhatian mereka hanya menuju ke sana. Lalu, secara refleks, diri mereka tertawan, laksana orang yang mabuk, mereka pun menari dan berjoget. Tahukah kalian, bagaimana para wanita dan orang-orang banci mabuk kepayang? Itulah mereka!

    Dan hal itu pantas saja bagi mereka, sebab bius nyanyian telah menyatu dengan jiwa mereka, sehingga mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih berbahaya dari peminum arak. Di sana, ada hati yang dikoyak, ada pakaian yang dirobek, ada harta yang dikeluarkan bukan karena ketaatan kepada Allah, semua bukan karena Allah, tetapi karena syetan, sehingga mereka tak peduli jika harus mabuk. Dengan begitu, syetan telah mendapatkan angan-angan dan harapannya. Ia menghasung mereka dengan suara dan tipuannya, bahkan mengerahkan terhadap mereka pasukan berkuda dan berjalan kaki, dan meletakkan di dalam dada mereka duri-duri, kemudian membujuk mereka agar berkelana di atas bumi dengan berjalan kaki. Sehingga terkadang ia menjadikan mereka seperti keledai di sekeliling tempat rotasi, dan di saat lain seperti orang lemah yang menari di tengah-tengah rumah.

    Duhai, alangkah sayang atap dan bumi dirobohkan oleh telapak kaki-telapak kaki itu. Dan alangkah buruk penyerupaan dengan keledai dan binatang ternak. Duhai, betapa lega hati para musuh Islam terhadap bencana yang menimpa orang-orang yang mengaku sebagai orang-orang Islam pilihan,* mereka menghabiskan hidup mereka dengan se-gala kelezatan dan kenikmatan, dan menjadikan agama mereka sebagai pelecehan dan permainan.

    Seruling syetan lebih mereka cintai daripada mendengarkan surat-surat Al-Qur’an. Seandainya salah seorang mereka mendengarkan Al-Qur’an dari awal hingga akhir, tentu ia tak akan memotivasinya untuk diam tenang, juga tidak akan membuatnya khusyu’ dan tak akan mem-pengaruhi perasaannya, juga tak akan membuatnya rindu kepada Allah.

    Tetapi, jika dibacakan padanya qur’an syetan, begitu ia mendengar-nya, serta-merta hatinya memancarkan sumber-sumber perasaan yang merambat sampai kepada dua matanya, lalu pada kedua kakinya sehingga membuatnya menari, pada kedua tangannya membuat dirinya ber-tepuk tangan dan pada seluruh anggota tubuhnya membuat semua badannya berjoget dan bergoyang, pada napasnya membuatnya semakin terengah-engah dan pada api kerinduannya menjadikannya semakin berkobar menyala.

    Wahai orang yang membuat dan terkena fitnah, yang menjual bagi-annya dari Allah dengan bagian dari syetan sehingga merugi. Kenapa perasaan pilu itu tidak terjadi ketika mendengarkan Al-Qur’an? Kenapa perasaan itu tidak datang ketika membaca Al-Qur’anul Majid? Juga ber-bagai keadaan yang baik, saat membaca surat dan ayat-ayat?

    Tetapi memang, setiap orang mendapatkan apa yang sesuai dengan dirinya, juga cenderung kepada apa yang sebentuk dan sebangun dengan dirinya. Dan kesesuaian itu sendiri terjadi karena kecenderungan akal dan naluri. Lalu, dari mana persaudaraan dan nasab ini, jika bukan karena berhubungan dengan syetan, dengan sebab-sebab yang kuat? Lalu, dari mana pula perdamaian ini sehingga menjadikan simpul iman dan per-janjian dengan Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) terdapat cela?

    “Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagaipe-mimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Kahfi: 50).

    Dan alangkah baik apa yang dikatakan penyair,

    “Al-Qur’an dibacakan, maka mereka pun diam, bukan karena takut, tetapi diam karena lupa dan tidak memperhatikan. Dan ketika nyanyian didendangkan, serta-merta mereka pun bernyanyi laksana keledai, tetapi demi Allah mereka menari bukan karena Allah.
    Di sana ada rebana, seruling dan nyanyian yang memabukkan. Wahai, pernahkan Anda melihat ibadah di tempat bersenang-senang?
    Bagi mereka, Al-Qur’an itu amat berat, karena di dalamnya berisi berbagai perintah dan larangan.
    Mereka mendengarkannya seakan guruh dan petir, jika ia berisi peringatan dan ancaman melakukan perbuatan terlarang.
    Mereka menganggap Al-Qur’an itu penghalang terbesar nafsu dari berbagai keinginannya, wahai kapankah hal itu berakhir.
    Lalu mereka datang untuk mendengarkan yang sesuai dengan tujuan-tujuannya, dan karena itu mereka menjadi semakin sombong.
    Manakah penolong yang bisa menghentikan sebab-sebab hawa nafsu bagi orang yang bodoh dan lengah?
    Tidak, yang ada hanyalah arak bagi tubuh atau arak yang semisalnya bagi pikiran.
    Lihatlah orang yang mabuk saat minum, lihat orang yang mabuk di tempat bersenang senang!
    Lalu, lihat pula orang yang merobek-robek pakaiannya, setelah ia merobek-robek sendiri hatinya yang lupa.
    Lantas putuskanlah, manakah arak yang lebih pantas diharamkan dan dibebani dosa di sisi Allah?”

    Penyair lain berkata,

    “Kami setia kepada Allah dan berlepas dirt dari orang-orang yang mengidap penyakit mendengarkan nyanyian.
    Berapa sering kukatakan, ‘Wahai kaumku, kalian berada di tepi jurang,
    tepi jurang yang di bawahnya lembah curam, mengapa kalian tak mengambil peringatan?’
    Kami sering menasihati mereka, agar kami punya alasan tentang keadaan mereka ketika ditanya Tuhan kami.
    Dan, tatkala mereka meremehkan peringatan kami, kami mengembali-kan perkara ini kepada Tuhan kami.
    Lantas kami tetap hidup berdasarkan Sunnah Nabi, sedang mereka mati dalam kebencian kami.”

    Para pembela Islam dan para imam yang memberi petunjuk senan-tiasa menyeru orang-orang tersebut dari segala penjuru dunia, juga memperingatkan yang lain dari perbuatan buruk mereka dan dari meng-ikuti jejak mereka, yang mereka itu terdiri dari berbagai macam agama yang berbeda.
    Imam Abu Bakar Ath-Thurthusi dalam sambutan kitab Tahrimus-Sama berkata, “Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, dan sungguh kesudahan yang baik itu hanyalah bagi orang-orang yang ber-takwa dan tiada permusuhan kecuali kepada orang-orang yang zalim. Kita meminta kepada-Nya agar memperlihatkan kebenaran kepada kita sebagai kebenaran agar kita mengikutinya, dan memperlihatkan keba-tilan sebagai kebatilan agar kita menjauhinya.

    Pada zaman dahulu, jika orang melakukan maksiat berusaha untuk menyembunyikannya, lalu dia meminta ampun kepada Allah dan ber-taubat daripadanya. Selanjutnya, kebodohan di mana-mana, ilmu hanya sedikit dan terus berkurang sedikit demi sedikit, sehingga salah se-orang dari mereka melakukan maksiat secara terang-terangan, lalu raa-salahnya bertambah menjadi membelakangi perintah. Bahkan sampai kepada kami berita, sekelompok dari saudara-saudara kita umat Islam -semoga Allah memberi taufiq kepada mereka dan kepada kita- digelin-cirkan syetan, akal mereka dijerat dengan kecintaan kepada nyanyian dan kesia-siaan, mendengarkan musik dan bunyi-bunyian. Lebih-lebih lagi ia meyakininya sebagai agama yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Lalu, sekelompok umat Islam melakukannya secara te-rang-terangan dan menghalangi jalan orang-orangberiman serta menye-lisihi para ahli fiqh, ulama dan pembawa agama.

    “Dan barangsiapa yang menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115).

    Karena saya memandang harus menjelaskan kebenaran dan meng-ungkap syubhat ahli kebatilan dengan hujjah yang terkandung dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan saya ingin memulainya dengan ucapan-ucapan ulama yang biasa memberikan fatwa di segenap penjuru dunia. Dan dengan demikian menjadi tahulah kelompok tersebut bahwa mereka telah menyelisihi ulama umat Islam dalam hal kebid’ahan me-reka. Dan hanya Allah yang memberi taufiq.”

    Selanjutnya Ath-Thurthusi berkata, “Adapun Imam Malik, maka beliau melarang nyanyian dan melarang mendengarkannya. Bahkan beliau berkata, ‘Jika seseorang membeli budak wanita, ternyata ia dapati budak itu seorang penyanyi maka ia boleh mengembalikannya karena alasan cacat.’ Dan Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang nyanyian yang dibolehkan oleh penduduk Madinah? Beliau menjawab, ‘Hal itu hanya dilakukan oleh orang-orang fasik’.”*
    Beliau juga berkata, “Adapun Abu Hanifah, beliau membenci nyanyian dan menjadikannya termasuk dosa-dosa.”**)

    Demikian pula dengan madzhab Ahlul Kufah: Sufyan, Hammad, Ibrahim, Asy-Sya’bi dan lainnya, mereka semua tidak berbeda pendapat dalam masalah tersebut, juga kita tidak mendapatkan perbedaan pendapat di kalangan Ahlul Bashrah dalam melarang nyanyian.

    Saya berkata, “Madzhab Abu Hanifah dalam hal nyanyian adalah madzhab yang paling keras, pendapat madzhab ini adalah pendapat yang paling berat. Para ulama madzhab Hanafi secara terang-terangan mengharamkan mendengar semua bentuk alat-alat musik seperti seru-ling dan rebana bahkan hingga sekedar menabuh batang pohon. Mereka menyatakan bahwa hal itu adalah maksiat, menjadikan seseorang fasik dan ditolak persaksiannya. Lebih dari itu mereka berkata, ‘Sesungguh-nya mendengarnya adalah suatu kefasikan dan menikmatinya adalah kekufuran.’ Demikian lafadz mereka, dan tentang hal itu mereka me-riwayatkan sebuah hadits, tetapi bukan hadits shahih.” Mereka juga berkata, ‘Setiap orang wajib berusaha agar tidak mendengarnya ketika sedang melewatinya atau ia berasal dari tetangganya’.”

    Dan tentang rumah yang terdengar suara alat-alat musik, Abu Yusuf berkata, “Masuklah kamu kepada mereka tanpa meminta izin, sebab mencegah dari yang mungkar adalah wajib. Jika tidak dibolehkan masuk tanpa izin, tentu orang-orang tidak bisa menjalankan kewajibannya.”

    Mereka berkata, “Jika imam mendengar suara musik dari rumah seseorang, maka ia harus mendatanginya. Jika ia masih membangkang, maka ia harus menahannya atau memukulnya dengan pecut, bahkan jika mau, ia boleh mengeluarkannya dari rumahnya.”

    Adapun Imam Syafi’i, maka beliau berkata dalam kitab Adabul Qadha** “Sesungguhnya nyanyian adalah suatu kesia-siaan yang diben-ci, ia menyerupai kebatilan dan kemustahilan, siapa yang memperba-nyak nyanyian, maka ia adalah orang bodoh dan tidak diterima kesaksi-annya.”

    Para sahabat Imam Syafi’i yang mengetahui madzhab beliau ada yang secara terang-terangan mengharamkannya, dan mereka menging-kari orang yang mengatakannya mubah. Mereka seperti Abu Thayyib Ath-Thabari, Syaikh Abu Ishak dan Ibnu Shubbagh.

    Syaikh Abu Ishak dalam At-Tanbih berkata, “Dan tidak sah menye-wa atas manfaat yang diharamkan, seperti: Nyanyian, menyuling atau mengangkut khamar, dan dalam hal ini tak seorang pun yang menyeli-sihinya.”

    Selanjutnya dalam Al-Muhadzdzab beliau berkata, ‘Tidak boleh menyewa atas sesuatu manfaat yang diharamkan, sebab hal itu hukum-nya haram, sehingga tidak boleh mengambil pengganti daripadanya, sebagaimana dalam hal bangkai dan darah.”

    Perkataan syaikh di atas mengandung beberapa hal:

    Pertama, manfaat nyanyian adalah jenis manfaat yang diharamkan.

    Kedua, menyewa atau mengontraknya adalah batil.

    Ketiga, makan dari hasil nyanyian berarti makan harta secara batil, yakni sama dengan makan dari harga bangkai atau darah.

    Keempat, seseorang tidak boleh mengeluarkan hartanya untuk pe-nyanyi, hal itu haram baginya karena berarti ia mengeluarkan harta untuk sesuatu yang diharamkan, sehingga mengeluarkannya untuk ke-pentingan tersebut sama dengan mengeluarkan harta untuk (membeli) darah dan bangkai.

    Kelima, seruling adalah haram.
    Jika seruling yang merupakan alat musik paling ringan hukumnya haram, bagaimana pula dengan sesuatu yang lebih berat daripadanya, seperti: Kecapi, gitar dan klarinet? Dan bagi orang yang pernah menci-cipi ilmu, tidak seyogyanya bersikap tawaqquf (memilih diam) tentang pengharaman hal tersebut, sebab minimal ia adalah syiar (simbol) bagi para ahli kefasikan dan peminum khamar.*’ Hal yang sama juga dikatakan
    oleh Abu Zakaria An-Nawawi dalam Raudhah-nya.*

    Masalah kedua yaitu menyanyi dengan menggunakan alat-alat musik yang merupakan syiar para peminum khamar untuk berjoget, seperti: Gitar, kecapi, simbal, senar dan semua jenis alat-alat musik lainnya adalah haram digunakan.

    Beliau berkata, ‘Tentang klarinet ada dua pendapat, Al-Baghawi mengatakan itu haram, sedang Al-Ghazali membolehkannya.**’ Lalu beliau mengatakan, “Yang benar adalah klarinet atau seruling itu adalah haram.” Abul Qasim Ad-Daula’i”^ telah menulis kitab khusus tentang pengharaman klarinet. Abu Amr bin Shalah menukil adanya ijma’ (konsensus) ten-tang pengharaman mendengarkan rebana, klarinet dan nyanyian yang didendangkan secara bersamaan. Dalam Fatawi-nya ia berkata,

    “Adapun tentang dibolehkan dan dihalalkannya mendengarkan hal tersebut, maka perlu diketahui bahwa rebana, seruling dan nyanyian, jika didendangkan secara bersamaan, maka mendengarkannya adalah haram. Demikian menurut para imam madzhab dan lainnya dari ulama kaum Muslimin. Tidak seorang pun ulama yang diperhitungkan ucapan-nya, baik dalam ijma’ maupun ikhtilaf (perselisihan pendapat) yang me-ngatakan dibolehkannya mendengarkan hal tersebut.

    Sedangkan perbedaan pendapat yang dinukil dari sebagian ulama madzhab Syafi’i adalah dalam masalah seruling jika dimainkan sendirian, juga rebana jika dimainkan sendirian. Orang yang tidak mengerti atau tidak merenungkannya, mungkin mempercayai adanya perbedaan pen-dapat di kalangan ulama madzhab Syafi’i dalam mendengarkan rebana, seruling dan nyanyian jika didendangkan bersamaan. Padahal jelas, itu adalah kekeliruan yang bertentangan dengan dalil syariat dan logika.

    Di samping itu, tidak semua perbedaan pendapat bisa dijadikan san-daran. Dan barangsiapa yang senantiasa mencari-cari perbedaan ulama, lalu mengambil yang paling mudah dan ringan dari pendapat mereka, maka dia telah atau hampir zindik (kafir).”””‘

    Abu Amr selanjutnya berkata, “Perkataan mereka dalam masalah mendengarkan hal-hal yang disebutkan di atas sebagai bentuk ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah adalah perkataan yang bertentangan
    dengan ijma’ kaum Muslimin. Dan siapa yang menentang ijma’ mereka, maka baginya adalah sebagaimana firman Allah,
    “Dan barangsiapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115).

    Beliau membantah kedua kelompok di atas yang merupakan ben-cana bagi Islam, dalam suatu bantahan yang panjang. Kedua kelompok yang dimaksud adalah yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan yang mendekatkan did kepada Allah dengan sesuatu yang justru menjauhkan mereka daripada-Nya.

    Dan Imam Syafi’i serta para ulama madzhab Syafi’i terdahulu, terma-suk di antara orang yang paling keras dalam masalah ini. Diriwayatkan secara mutawatir dari Imam Syafi’i, beliau berkata, “Di Baghdad, aku meninggalkan sesuatu yang merupakan ciptaan orang-orang zindik. Mereka menamakannya taghbir (syair yang membuat orang zuhud di dunia), dengan syair tersebut, mereka menghalang-halangi manusia dari Al-Qur’an.”*)

    Jika demikian perkataannya dalam masalah taghbir, dan alasannya adalah ia menghalang-halangi manusia dari Al-Qur’an, padahal ia adalah syair yang membuat orang berlaku zuhud terhadap dunia, yang dinya-nyikan oleh seorang penyanyi, dan sebagian hadirin menabuh gendang dengan kayu untuk mengiringi lagunya. Aduhai, mendengarkan taghbir yang bagaikan buih dalam lautan,**’ mereka katakan mengandung ber-bagai macam kerusakan dan menyimpan segala yang diharamkan, lalu bagaimana dengan yang lain? Dan sungguh Allah mengetahui para pe-nuntut ilmu yang terkena fitnah dan juga ahli ibadah yang bodoh.

    Sufyan bin Uyainah berkata, “Dahulu diserukan, waspadalah terhadap orang berilmu yang suka melakukan maksiat, dan ahli ibadah yang bodoh, sebab fitnah keduanya merupakan fitnah bagi setiap orang yang terkena fitnah.”

    Dan sungguh siapa yang merenungkan kerusakan yang terjadi pada umat ini, niscaya ia akan mendapatkan semuanya bersumber pada kedua hal tersebut. Adapun madzhab Imam Ahmad,”* maka Abdullah putera Imam Ahmad berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, maka beliau menjawab, ‘Nyanyian itu menumbuhkan nifaq dalam hati, ia tidak membuatku tertarik’.” Kemudian ia menyebutkan ucapan Imam Malik, “Sesungguhnya nyanyian (hanya) dilakukan oleh orang-orang fasik.” Abdullah berkata, “Aku mendengarkan ayahku berkata, ‘Aku men-dengar Yahya Al-Qaththan berkata, ‘Jika ada orang yang mengamalkan setiap pendapat yang ringan (rukhshah), yakni mengambil pendapat penduduk Kufah dalam hal nabidz (anggur untuk minuman keras), pen-dapat penduduk Madinah dalam mendengarkan (nyanyian) dan pendapat penduduk Makkah dalam hal nikah mut’ah, maka dia adalah orang fasik’.””‘
    Mendengarkan Nyanyian dari Wanita dan Anak-anak Kecil Yang Tampan

    Adapun mendengarkan nyanyian dari wanita asing (bukan mahram) atau anak kecil yang tampan maka ia termasuk hal-hal yang diharamkan yang paling besar dan ia lebih merusak terhadap agama.*”

    As-Syafi’i Rahimahullah berkata, “Jika ada pemilik budak wanita mengumpulkan orang banyak agar mendengarkan nyanyian daripadanya maka ia adalah orang bodoh yang tidak bisa diterima kesaksiannya.” Bahkan lebih dari itu beliau berkata, “Perbuatan itu termasuk dayatsah. Orang yang melakukan hal itu adalah dayyuts (yang merelakan kehor-matan keluarganya).”

    Al-Qadhi Abu Thayyib berkata, “Beliau mengatakan pelakunya seba-gai orang yang bodoh, karena ia mengajak manusia kepada kebatilan, dan siapa yang mengajak manusia pada kebatilan maka dia adalah orang bodoh dan fasik.”

    Beliau juga berkata, “Adapun kecapi, gitar dan semua alat-alat musik maka itu semua adalah haram, orang yang mendengarnya adalah fasik dan sungguh mengikuti jama’ah lebih baik daripada mengikuti dua orang yang tercemar kehormatannya.”

    Saya berkata, “Yang beliau maksud adalah Ibrahim bin Sa’d dan Ubai-dillah bin Al-Hasan, karena beliau berkata, ‘Dan tidaklah menyelisihi dalam hal nyanyian kecuali dua orang yaitu: Ibrahim bin Sa’d, sebab As-Saji meriwayatkan daripadanya bahwa ia berpendapat tentang nyanyian sebagai sesuatu yang tidak apa-apa. Dan yang kedua adalah Ubaidillah bin Al-Hasan Al-Anbari, seorang qadhi Bashrah, dan dia adalah orang yang tercemar kehormatannya’.”

    Abu Bakar Ath-Thurthusi berkata, “Ini adalah kelompok yang me-nyalahi jama’ah umat Islam, sebab mereka menjadikan nyanyian sebagai agama dan bentuk ketaatan, dan mereka berpendapat agar hal itu di-umumkan di masjid-masjid, tempat-tempat berkumpul, dan setiap maj-lis-majlis yang mulia, padahal tidak ada orang yang berpendapat seperti mereka. Dengan demikian, pengakuan kelompok itu atas hal tersebut adalah suatu kefasikan, dan orang yang mengakuinya menjadikan aib dalam keadilan dan kedudukannya dalam agama.”

    Dan alangkah indah apa yang diungkapkan oleh sebagian ulama, yang itu juga dibuktikan dalam perbuatan mereka,
    “Katakanlah kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh hamba yang menasihati, dan hak nasihat adalah didengar.
    Sejak kapankah diketahui manusia dalam agama kita, bahwa nya-nyian adalah Sunnah yang hams diikuti?
    Dan agar seseorang makan seperti makannya keledai dan berdansa dalam suatu perkumpulan hingga terjadi perzinahan.
    Dan mereka berkata, ‘Kami mabuk cinta kepada Tuhan’, padahal tidaklah suatu kaum itu mabuk kecuali karena cawan-cawan (mi-numan keras).
    Demikianlah binatang, jika dikenyangkan maka kekenyangan membu-atnya menari-nari.
    Lalu seruling membuatnya mabuk, juga nyanyian, padahal jika (surat) Yasin dibacakan ia berpaling jengkel.
    Masjid-masjid kita dihinakan karena memperdengarkan (Al-Qur’an), lalu apakah dimuliakan kandang-kandang (minuman) seperti itu?”

    dikutip dari terjemahan mukhtasar ighatsatul lahfan min masyahidisy syaithan karya ibnu qayyim al jauziyah

    download bukunya di:
    http://mirrorksunnah.diinoweb.com/files/EbookIslam/ (gratis) besar file: 4,6 Mb , isi: 486 halaman

  3. http://ainuamri.blogspot.com/

    “Setiap buku yang berisi penyelisihan terhadap As-Sunnah tidak boleh dilihat dan dibaca. Bahkan yang diizinkan dalam syariat adalah menghapus dan memusnahkan buku tersebut (Ibnul Qoyyim)

    Adalah generasi salaf melarang dari bermajelis dengan ahlul bid’ah, melarang melihat buku-buku mereka, dan mendengar ucapan mereka.”” (Al-Adabus Syar’iyyah, 1/251)

    buku-buku yang mengandung kedustaan dan bid’ah wajib untuk dimusnahkan dan dipunahkan. Bahkan memusnahkannya lebih utama daripada menghancurkan alat-alat musik serta bejana-bejana yang berisi khamr. Karena bahaya buku-buku ini lebih besar daripada bahaya alat-alat musik. (Ibnul Qoyyim)

    “Dan bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu (ulama), jika kalian tidak mengetahui.” (Al-Anbiya: 7)

    “Serulah manusia kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (An-Nahl: 125)

  4. http://ainuamri.blogspot.com/

    HUKUM MENDENGARKAN MUSIK DAN LAGU SERTA MENGIKUTI SINETRON

    Oleh
    Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin

    Pertanyaan
    Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mendengarkan musik dan lagu ? Apa hukum menyaksikan sinetron yang di dalamnya terdapat para wanita pesolek ?

    Jawaban
    Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang tidak berguna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

    “Artinya : Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan” [Luqman : 6]

    Ibnu Mas’ud dalam menafsirkan ayat ini berkata : “Demi Allah yang tiada tuhan selainNya, yang dimaksudkan adalah lagu”.

    Penafsiran seorang sahabat merupakan hujjah dan penafsirannya berada di tingkat tiga dalam tafsir, karena pada dasarnya tafsir itu ada tiga. Penafsiran Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an, Penafsiran Al-Qur’an dengan hadits dan ketiga Penafsiran Al-Qur’an dengan penjelasan sahabat. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa penafsiran sahabat mempunyai hukum rafa’ (dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Namun yang benar adalah bahwa penafsiran sahabat tidak mempunyai hukum rafa’, tetapi memang merupakan pendapat yang paling dekat dengan kebenaran.

    Mendengarkan musik dan lagu akan menjerumuskan kepada suatu yang diperingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya.

    “Artinya : Akan ada suatu kaum dari umatku menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik”

    Maksudnya, menghalalkan zina, khamr, sutera padahal ia adalah lelaki yang tidak boleh menggunakan sutera, dan menghalalkan alat-alat musik. [Hadits Riwayat Bukhari dari hadits Abu Malik Al-Asy’ari atau Abu Amir Al-Asy’ari]
    Berdasarkan hal ini saya menyampaikan nasehat kepada para saudaraku sesama muslim agar menghindari mendengarkan musik dan janganlah sampai tertipu oleh beberapa pendapat yang menyatakan halalnya lagu dan alat-alat musik, karena dalil-dalil yang menyebutkan tentang haramnya musik sangat jelas dan pasti. Sedangkan menyaksikan sinetron yang ada wanitanya adalah haram karena bisa menyebabkan fitnah dan terpikat kepada perempuan. Rata-rata setiap sinetron membahayakan, meski tidak ada wanitanya atau wanita tidak melihat kepada pria, karena pada umumnya sinetron adalah membahayakan masyarakat, baik dari sisi prilakunya dan akhlaknya.

    Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga kaum muslimin dari keburukannya dan agar memperbaiki pemerintah kaum muslimin, karena kebaikan mereka akan memperbaiki kaum muslimin. Wallahu a’lam.

    [Fatawal Mar’ah 1/106]

    [Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan Penerbitan Darul Haq. Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]

    Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/1668/slash/0

  5. http://ainuamri.blogspot.com/

    MERAJALELANYA BUNYI-BUNYIAN [MUSIK] SERTA DIANGGAP HALAL

    Oleh
    Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil

    MUKADIMAH
    Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.

    Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.
    ________________________________

    Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan muka. ‘Ada yang bertanya kepada Rasulullah’. Wahai Rasulullah, kapankah hal itu terjadi.? Beliau menjawab. ‘Apabila telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan penyanyi-penyanyi wanita”. [Bagian awalnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2:1350 dengan tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. Al-Haitsami berkata : ‘Diriwayatkan oleh Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Abiz Zunad yang padanya terdapat kelemahan, sedangkan perawi-perawi yang lain bagi salah satu jalannya adalah perawi-perawi shahih’. Majma’uz Zawaid 8:10. Al-Albani berkata : ‘Shahih’. Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir 3:216 hadits no. 3559]

    Pertanda (alamat) ini telah banyak terjadi pada masa lalu, dan sekarang lebih banyak lagi. Pada masa kini alat-alat dan permainan musik telah merata di mana-mana, dan biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya. Padahal, mereka itulah yang dimaksud dengan al-qainat (penyanyi-penyanyi) dalam hadits diatas. Dan yang lebih besar dari itu ialah banyaknya orang yang menghalalkan musik dan menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah diancam akan ditimpa tanah longsor, kerusuhan (penyakit muntah-muntah), dan penyakit yang dapat mengubah bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas. Dan disebutkan dalam Shahih Bukhari rahimahullah, beliau berkata : telah berkata Hisyam bin Ammar (ia berkata) : telah menceritakan kepada kami Shidqah bin Khalid, kemudian beliau menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalal kan perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada kaum yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para pengembala dengan kambingnya menggunjingi mereka, lantas mereka di datangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari’. Kemudian pada malam harinya Allah membinasakan mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka, sedang yang lain (yang tidak binasa) diubah wajahnya menjadi monyet dan babi sampai hari kiamat”.[Shahih Bukhari, Kitab Al-Asyrabah, Bab Maa Jaa-a fi Man Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi Ghairi Ismihi 10:51].

    Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi’ (terputus sanad atau jalan periwayatannya), tidak bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid [Al-Muhalla, karya Ibnu Hazm 9:59, dengan tahqiq Ahmad Syakir, Mansyurat Al-Maktab At-Tijari, Beirut].

    Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menjelaskan bahwa pendapat Ibnu Hazm itu batal dari enam segi [Tahdzib As-Sunan 5:270-272].

    [1] Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan mendengar hadits darinya. Apabila beliau meriwayatkan hadits darinya secara mu’an’an (dengan menggunakan perkataan ‘an /dari) maka hal itu telah disepakati sebagai muttashil karena antara Bukhari dan Hisyam adalah sezaman dan beliau mendengar darinya. Apabila beliau (Bukhari) berkata : “Telah berkata Hisyam” maka hal itu sama sekali tidak berbeda dengan kalau beliau berkata, “dari Hisyam …..”

    [2] Bahwa orang-orang kepercayaan telah meriwayatkannya dari Hisyam secara maushul. Al-Ismaili berkata di dalam shahihnya, “Al-Hasan telah memberitahu-kan kepadaku, (ia berkata) : Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami” dengan isnadnya dan matannya.

    [3] Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan selain Hisyam. Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad yang lain dari Abu Malik Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu.

    [4] Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak mendengar dari Hisyam, maka beliau memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya menunjukkan bahwa hadits ini menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan tidak menyebut perantara antara beliau dengan Hisyam. Hal ini dimungkinkan karena telah demikian masyhur perantara-perantara tersebut atau karena banyaknya jumlah mereka. Dengan demikian hadits tersebut sudah terkenal dan termasyhur dari Hisyam.

    [5] Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, “Telah berkata si Fulan”, maka hadits tersebut adalah shahih menurut beliau.

    [6] Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan berhujjah dengannya, tidak sekedar menjadikannya syahid (saksi atau pendukung terhadap hadits lain yang semakna), dengan demikian maka hadits tersebut adalah shahih tanpa diragukan lagi.

    Ibnu Shalah[1] berkata : “Tidak perlu dihiraukan pendapat Abu Muhammad bin Hazm Az-Zhahiri Al-Hafizh yang menolak hadits Bukhari dari Abu Amir atau dari Abu Malik”. Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut, kemudian berkata. “Hadits tersebut sudah terkenal dari orang-orang kepercayaan dari orang-orang yang digantungkan oleh Bukhari itu. Dan kadang-kadang beliau berbuat demikian karena beliau telah meyebutkannya pada tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya yang bersambung. Dan adakalanya beliau berbuat demikian karena alasan-alasan lain yang tidak laik dikatakan haditsnya munqathi’. Wallahu a’lam. [Muqaddimah Ibnush Shalah Fii ‘Ulumil Hadits, halaman 32, terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1398H. Fathul-Bari 10:52].

    Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang mengingat adanya sebagian orang yang terkecoh oleh pendapat Ibnu Hazm ini serta menjadikannya alasan untuk memperbolehkan alat-alat musik. Padahal, sudah jelas bahwa hadits-hadist yang melarangnya adalah shahih, dan umat ini diancam dengan bermacam-macam siksaan apabila telah merajalela permainan musik yang melalaikan (almalahi) dan merajalela pula kemaksiatan.

    [Disalin dari buku Asyratus Sa’ah Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusub bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat hal. 108-111 terbitan Pustaka Mantiq Penerjemah Drs As’ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi]
    _________
    Foot Note.
    [1] Beliau adalah Imam dan Ahli Hadits Al-Hafizh Abu Amr Utsman bin Abdur Rahman Asy-Syahrazuri yang terkenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang ahli agama yang zuhud dan wara’ serta ahli ibadah, mengikuti jejak Salaf yang Shalih. Beliau memiliki banyak karangan dalam ilmu hadits dan fiqih, dan memimpin pengajian di Lembaga Hadits Damsyiq. Beliau wafat pada tahun 643H [Al-Bidayah Wan-Nihayah 13:168]

    Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/676/slash/0

  6. http://ainuamri.blogspot.com/

    Hukum Nyanyian Atau Lagu

    Kategori Gambar, Lagu, Mainan

    Kamis, 12 Mei 2005 07:12:39 WIB

    HUKUM NYANYIAN ATAU LAGU

    Oleh
    Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Pertanyaan.
    Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukum menyanyi, apakah haram atau diperbolehkan, walaupun saya mendengarnya hanya sebatas hiburan saja ? Apa hukum memainkan alat musik rebab dan lagu-lagu klasik ? Apakah menabuh genderang saat perkawinan diharamkan, sedangkan saya pernah mendengar bahwa hal itu dibolehkan ? Semoga Allah memberimu pahala dan mengampuni segala dosamu.

    Jawaban.
    Sesungguhnya mendengarkan nyanyian atau lagu hukumnya haram dan merupakan perbuatan mungkar yang dapat menimbulkan penyakit, kekerasan hati dan dapat membuat kita lalai dari mengingat Allah serta lalai melaksanakan shalat. Kebanyakan ulama menafsirkan kata lahwal hadits (ucapan yang tidak berguna) dalam firman Allah dengan nyanyian atau lagu.

    “Artinya : Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan ucapan yang tidak berguna” [Luqman : 6]

    Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bersumpah bahwa yang dimaksud dengan kata lahwul hadits adalah nyanyian atau lagu. Jika lagu tersebut diiringi oleh musik rebab, kecapi, biola, serta gendang, maka kadar keharamannya semakin bertambah. Sebagian ulama bersepakat bahwa nyanyian yang diiringi oleh alat musik hukumnya adalah haram, maka wajib untuk dijauhi. Dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berpendapat.

    “Artinya : Sesungguhnya akan ada segolongan orang dari kaumku yang menghalalkan zina, kain sutera, khamr, dan alat musik” [1]

    Yang dimaksud dengan al-hira pada hadits di atas adalah perbuatan zina, sedangkan yang dimaksud al-ma’azif adalah segala macam jenis alat musik. Saya menasihati anda semua untuk mendengarkan lantunan al-Qur’an yang di dalamnya terdapat seruan untuk berjalan di jalan yang lurus karena hal itu sangat bermanfaat. Berapa banyak orang yang telah dibuat lalai karena mendengar nyanyian dan alat musik.

    Adapun pernikahan, maka disyariatkan di dalamnya untuk membunyikan alat musik rebana disertai nyanyian yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan suatu pernikahan, yang didalamnya tidak ada seruan maupun pujian untuk sesuatu yang diharamkan, yang dikumandangkan pada malam hari khusus bagi kaum wanita guna mengumumkan pernikahan mereka agar dapat dibedakan dengan perbuatan zina, sebagaimana yang dibenarkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

    Sedangkan genderang dilarang membunyikannya dalam sebuah pernikahan, cukup hanya dengan memukul rebana saja. Juga dalam mengumumkan pernikahan maupun melantunkan lagu yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan pernikahan tidak boleh menggunakan pengeras suara, karena hal itu dapat menimbulkan fitnah yang besar, akibat-akibat yang buruk, serta dapat merugikan kaum muslimin. Selain itu, acara nyanyian tersebut tidak boleh berlama-lama, cukup sekedar dapat menyampaikan pengumuman nikah saja, karena dengan berlama-lama dalam nyanyian tersebut dapat melewatkan waktu fajar dan mengurangi waktu tidur. Menggunakan waktu secara berlebihan untuk nyanyian (dalam pengumuman nikah tersebut) merupakan sesuatu yang dilarang dan merupakan perbuatan orang-orang munafik.

    [Bin Baz, Mjalah Ad-Dakwah, edisi 902, Syawal 1403H]

    [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]
    _________
    Foote Note
    [1] Al-Bukhari tentang minuman dalam bab ma ja’a fi man yastahillu al-khamr wa yusmmihi bi ghairai ismih

    Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/1429/slash/0

    ====================================================================================

    Hukum Nasyid Atau Lagu-Lagu Yang Bernafaskan Islam

    Kategori Gambar, Lagu, Mainan

    Rabu, 28 Desember 2005 07:42:08 WIB

    HUKUM NASYID ATAU LAGU-LAGU YANG BERNAFASKAN ISLAM

    Oleh
    Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta.

    Pertanyaan
    Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Sesungguhnya kami mengetahui tentang haramnya nyanyian atau lagu dalam bentuknya yang ada pada saat ini karena di dalamnya terkandung perkataan-perkataan yang tercela atau perkataan-perkataan lain yang sama sekali tidak mengandung manfaat yang diharapkan, sedangkan kami adalah pemuda muslim yang hatinya diterangi oleh Allah dengan cahaya kebenaran sehingga kami harus mengganti kebiasaan itu. Maka kami memilih untuk mendengarkan lagu-lagu bernafaskan Islam yang di dalamnya terkandung semangat yang menggelora, simpati dan lain sebagainya yang dapat menambah semangat dan rasa simpati kami. Nasyid atau lagu-lagu bernafaskan Islam adalah rangkaian bait-bait syair yang disenandungkan oleh para pendakwah Islam (semoga Allah memberi kekuatan kepada mereka) yang diekspresikan dalam bentuk nada seperti syair ‘Saudaraku’ karya Sayyid Quthub -rahimahullah-. Apa hukum lagu-lagu bernafaskan Islam yang di dalamnya murni terkandung perkataan yang membangkitkan semangat dan rasa simpati, yang diucapkan oleh para pendakwah pada masa sekarang atau pada pada masa-masa lampau, di mana lagu-lagu tersebut menggambarkan tentang Islam dan mengajak para pendengarnya kepada keislaman.

    Apakah boleh mendengarkan nasyid atau lagu-lagu bernafaskan Islam tersebut jika lagu itu diiringi dengan suara rebana (gendang)? Sepanjang pengetahuan saya yang terbatas ini, saya mendengar bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam-membolehkan kaum muslimin untuk memukul genderang pada malam pesta pernikahan sedangkan genderang merupakan alat musik yang tidak ada bedanya dengan alat musik lain? Mohon penjelasannya dan semoga Allah memberi petunjuk.

    Jawaban
    Lembaga Fatwa menjelaskan sebagai berikut: Anda benar mengatakan bahwa lagu-lagu yang bentuknya seperti sekarang ini hukumnya adalah haram karena berisi kata-kata yang tercela dan tidak ada kebaikan di dalamnya, bahkan cenderung mengagungkan nafsu dan daya tarik seksual, yang mengundang pendengarnya untuk berbuat tidak baik. Semoga Allah menunjukkan kita kepada jalan yang diridlaiNya. Anda boleh mengganti kebiasaan anda mendengarkan lagu-lagu semacam itu dengan nasyid atau lagu-lagu yang bernafaskan Islam karena di dalamnya terdapat hikmah, peringatan dan teladan (ibrah) yang mengobarkan semangat serta ghirah dalam beragama, membangkitkan rasa simpati, penjauhan diri dari segala macam bentuk keburukan. Seruannya dapat membangkitkan jiwa sang pelantun maupun pendengarnya agar berlaku taat kepada Allah -Subhanahu Wa Ta’ala-, merubah kemaksiatan dan pelanggaran terhadap ketentuanNya menjadi perlindungan dengan syari’at serta berjihad di jalanNya.

    Tetapi tidak boleh menjadikan nasyid itu sebagai suatu yang wajib untuk dirinya dan sebagai kebiasaan, cukup dilakukan pada saat-saat tertentu ketika hhal itu dibutuhkan seperti pada saat pesta pernikahan, selamatan sebelum melakukan perjalanan di jalan Allah (berjihad), atau acara-acara seperti itu. Nasyid ini boleh juga dilantunkan guna membangkitkan semangat untuk melakukan perbuatan yang baik ketika jiwa sedang tidak bergairah dan hilang semangat. Juga pada saat jiwa terdorong untuk berbuat buruk, maka nasyid atau lagu-lagu Islami tersebut boleh dilantunkan untuk mencegah dan menghindar dari keburukan.

    Namun lebih baik seseorang menghindari hal-hal yang membawanya kepada keburukan dengan membaca Al-Qur’an, mengingat Allah dan mengamalkan hadits-hadits Nabi, karena sesungguhnya hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi jiwa serta lebih menguatkan dan menenangkan hati, sebagaimana firman Allah.

    “Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” [Az-Zumar: 23]

    Dalam ayat lain Allah berfirman.

    “Artinya : Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” [Ar-Ra’d: 28-29]

    Sudah menjadi kebiasaan para sahabat untuk menjadikah Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai penolong mereka dengan cara menghafal, mempelajari serta mengamalkannya. Selain itu mereka juga memiliki nasyid-nasyid dan nyanyian yang mereka lantunkan seperti saat mereka menggali parit Khandaq, membangun masjid-masjid dan saat mereka menuju medan pertempuran (jihad) atau pada kesempatan lain di mana lagu itu dibutuhkan tanpa menjadikannya sebagai syiar atau semboyan, tetapi hanya dijadikan sebagai pendorong dan pengobar semangat juang mereka.

    Sedangkan genderang dan alat-alat musik lainnya tidak boleh dipergunakan untuk mengiringi nasyid-nasyid tersebut karena Nabi -Shollallaahu’alaihi wa sallam- dan para sahabatnya tidak melakukan hal itu. Semoga Allah menunjukkan kita kepada jalan yang lurus. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

    [Fatawa Islamiyah, al-Lajnah ad-Da’imah, 4/532-534]

    [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

    Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/1714/slash/0

    ==============================================================
    http://ainuamri.blogspot.com/, on Oktober 31, 2009 at 3:59 pm said:

    http://ainuamri.blogspot.com/

    Hati-Hati Dengan Rasa Rindu

    oleh: Syaikh Aidh Al Qarni

    Jangan pernah merindukan sesuatu secara berlebihan. Karena, yang demikian itu menyebabkan kegelisahan yang tak pernah padam. Seorang muslim akan bahagia ketika ia dapat menjauhi keluh kesah, kesedihan dan kerinduan. Demikian pula ketika ia dapat mengatasi keterasingan, keterputuasaan dan keterpisahan yang dikeluhkan para penyair. Betapapun yang demikian itu adalah tanda kehampaan hati.

    “Tidakkah kamu melihat orang2 yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Rabbnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?” (QS Al Jatsiyah: 23)

    -Akulah yang menarik ujung kematian itu, siapakah yang akan dituntut padahal si korban adalah si terdakwa itu sendiri-

    Maksud bait syair ini, kita berhak merasakan sakit dan menderita sebab kita adalah penyebab utama dari semua yang terjadi pada diri kita. Seseorang yang berasal dari Andalusia menyombongkan dirinya karena bisa merasakan suka yang melebihi batas.

    -Sebelum aku, orang mengeluh berat berpisah, dan ketakutan muncul pada yang mati dan yang hidup.
    Jika rusuk2ku menghimpun, maka aku tidak akan lagi mendengar dan tidak pula melihat-

    Bila saja diantara tulang2nya berhimpun ketaqwaan, dzikir, kesadaran rohani dan ilahiyah, maka kebenaran akan bisa dicapai. Disamping itu, bukti akan menjadi semakin jelas dan kebenaran akan terlihat.

    “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang2 yang bertaqwa bila mereka ditimpa was2 dari syetan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan2nya” (QS Al A’raf : 200 – 201)

    Ibnul Qayyim telah memberikan terapi yang sangat manjur tentang masalah ini dalam bukunya yang sangat terkenal Ad Da’wad Dawa’ atau Al Jawab asy Syafi’ an Man Sa’ala ‘anid Dawa’ asy Syafi’. Saya sarankan pembaca untuk merujuk kepada kedua buku tersebut. Rasa suka yang berlebihan itu banyak sebabnya. Diantaranya,

    1. Hati yang tidak terisi oleh rasa cinta, rasa syukur, dzikir, dan ibadah kepada Allah.
    2. Membiarkan mata jalang. Mengumbar mata adalah jalan yang menghantarkan pada kesedihan dan keresahan :

    “Katakanlah kepada orang2 laki2 yang beriman :”Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya..” (QS An Nur:30)

    Rasulullah juga bersabda: ‘Pandangan (mata) itu adalah satu dari sekian banyak anak panah iblis’

    -Jika kau liarkan matamu kepada semua mata, maka semua pemandangan akan membuatmu lelah.
    Kaulihat pemandangan, tapi tak seluruhnya mampu kau lihat dan kau tatap-

    3. Meremehkan ibadah, dzikir, doa, dan sholat nafilah. “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan2 keji dan munkar” (QS Al Ankabut : 45)

    Ada pun obatnya,
    “Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS Yusuf: 24)

    1. Berusaha untuk selalu berada dipintu2 ibadah dan memohon kesembuhan kepada Yang Maha Agung.

    2. Merendahkan pandangan dan menjaga kemaluan. “..mereka menahan pandangannya dan memelihara
    kemaluannya..”(QS An Nuur : 30), ” Dan orang2 yang menjaga kemaluan mereka” (QS Al Mu’minun : 5)

    3. Menjauhkan hati dari hal2 yang bisa mengikatnya dan berusaha melupakannya.

    4. Menyibukkan diri dengan amal sholeh dan berguna. ” Sesungguhnya mereka adalah orang2 yang bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami denagn harap dan cemas ” (QS. Al-anbiya : 21)

    5. Menikah secara syar’i. ” Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ” (QS. An Nisa : 3)

    ” Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya “. (QS. Ar Rum : 21)

    Rasulullah bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu untuk menikah, hendaklah menikah.”

    Hati-Hati Dengan Rasa Rindu

    =

  7. http://ainuamri.blogspot.com/

    Seandainya tidak ada Jihad tentulah bumi ini rusak dan tentulah Masjid-masjid dirobohkan.

    Perseteruan antara Al-Haq dan Al-Bathil adalah ketentuan yang pasti berjalan, dan selalu saja Ahlul Bathil jumlahnya lebih banyak dari Ahlul Haq, sedangkan kekalahan Ahlul Bathil dan penghadangan kejahatan mereka tidaklah mungkin berhasil kecuali dengan Al-Jihad. Banyak dari manusia tidak tunduk terhadap Al-Haq tanpa kekuatan yang menggiring mereka terhadap hal itu, dan Al-Jihad fi Sabilillah terus berlangsung sampai hari kiamat. Ia adalah jalan kejayaan dan kemenangan umat ini, dan bagaimanapun di tebar duri-duri rintangan di depan lajunya dan bagaimanapun musuh-musuh Islam berupaya keras dalam memeranginya, meleyapkan pilar-pilarnya, menindas para pemeluknya, mengusir mereka, memfitnah mereka, menuduh mereka dengan kekurangan dan cacat, mencap mereka sebagai Ahlul Ghuluw, militan dan teroris, maka tetap tidak akan berhenti alur langkahnya dan akan nampak cahayanya, akan melebar pengaruhnya dan ia akan tegak berdiri selagi masih ada siang dan malam dengan kemulian orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina, dan masalahnya berkisar pada kemenangan atau kesyahidan.

    Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “akan senantiasa sekelompok dari umatku berperang di atas Al-Haq, mereka menang atas orang yang merintangi mereka sampai golongan yang terakhir dari mereka memerangi Al-Masih Ad-Dajjal.” [di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jalur Hammad Ibnu Salimah dari Qotadah dari Mutharrif dari ‘Umrah Ibnu Hushain dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam].

    Dan ada dalam shahih Imam Muslim [no.1922] dari jalur Muhammad Ibnu Ja’far, telah mengabarkan kepada kami Syu’bah dari Hammak ibnu Harb dari Jabir Ibnu Samurah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Akan senantiasa Dien ini tegak, berperang untuk mempertahankannya sekelompok dari kaum muslimin sampai hari kiamat tiba”.

    Dan Muslim meriwayatkan [no.1924] dari jalur Yazid Ibnu Habib, telah memberi tahu saya Abdurrahman Ibnu Syumasah Al-Mahry dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “senantiasa sekelompok dari umatku berperang di atas urusan Allah, mereka mengalahkan musuhnya, tidak memudharatkan orang yang menyelisihi mereka, sampai datang kiamat kepada mereka, sedang mereka tetap di atas hal itu”.

    BIARKAN KAMI MATI HINGGA KAMI MERAIH SYUHADA

    بسم الله الرحمن الرحيم

    Sesungguhnya Ad-Dien Al-Islami tidak terealisasikan dalam jiwa-jiwa kaum muslimin dan tidak pula pada waqi’ manusia kecuali dengan menegakan Al-Jihad fi Sabilillah dengan seluruh macam-macamnya. Dan kejahatan para perusak di muka bumi ini tidak akan terhenti kecuali dengan kekuatan yang menggentarkan mereka dan Jihad yang meluluh-lantakan segala kekuatan yang mereka miliki.

    Dan diantara fenomena kekuatan Salaf dan kejayaan mereka adalah tegaknya Jihad fi Sabilillah, dan ia adalah jalan yang darinya umat Islamiyah menduduki posisi tertinggi dan kejayaannya serta mengembalikan pamornya. Dan setiap tarbiyah yang berdiri tanpa di iringi ruh Jihad dan tanpa mengkaitkan realita sekarang dari umat ini dengan masa lalunya, maka ia adalah tarbiyah yang lemah, bagaimanapun upaya keras para penghusungnya dan apapun niat-niat mereka itu.

    Da tatkala umat Islamiyah sekarang ini tidak mempedulikan terhadap sebab kejayaan mereka dan dasar ketangguhan mereka, maka Allah menghinakan mereka dan menguasakan atas mereka musuh-musuh mereka. Dan kita tatkala memberikan diri kita pada Dien ini, kita kembali kepada Dien kita, kita mencari seba-sebab kejayaan pendahulu kita, kita mengamalkanya dan manjaharkannya dalam dunia realita, maka sesungguhnya kemenangan berada di pihak kita dan kejayaan adalah syiar kita.

    Dan pada masa kita ini mulai muncul kesadaran umat ini, merebak perlawanan terhadap kafirin, dan berkibar tinggi panji-panji Jihad di Afghanistan, Palestina, Chechnya, Filipina dan banyak tempat lainnya, serta mulai umat ini memahami tujuan-tujuan Jihad dan maksudnya, dan ia menjauhi dengan kesadaran sendiri dari panji-panji kebangsaan dan nasionalisme, panji-panji pembebasan tanah air dan pembelaan terhadap pemerintah-pemerintah thoghut dan sekuler. Dan kita menunggu pertolongan Allah yang dekat untuk mengaitkan realita kekinian umat ini dengan masa lalunya, dan agar kalimat Allah-lah yang tinggi dan kalimat orang-orang kafirlah yang terendah.

    Maka, apakah ada orang yang menyisingkan lengannya untuk Jihad dan apakah ada orang yang mau memerangi Ahlul Kufri wal ‘inad ??? Karena sesungguhnya termasuk pengecewaan terbesar adalah engkau melihat Junuudur Rahman dan ‘Asakirul Iman memerangi yahudi dan kristen dari bangsa Rusia dan Amerika, sedangkan engkau ada bersama Al-Khowalif [orang-orang yang duduk tidak berperang], engkau tidak berjihad langsung dengan dirimu padahal engkau mampu dan dibutuhkan, dan engkau juga bakhil dengan harta yang dimiliki, Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” [QS.Ash-Shoff: 11-12]

    Dan dalam surat Al-Bara’ah, Allah telah menjadikan surga sebagai penukar transaksi bagi jiwa dan harta orang-orang yang beriman, Dia Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila di katakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” [QS.At-Taubah: 38]

    Dan Firman-Nya Ta’ala: “Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!.” [QS.An-Nisaa’: 74-75]

    Ini adalah perintah dari Allah ta’ala untuk berjihad dalam rangka meninggikan kalimat-Nya dan menyelamatkan kaum Mukminin dan Mukminat, serta membebaskan mereka dari tangan-tangan kafirin yang aniaya.

    Para Ulama telah Ijma terhadap kewajiban memerangi orang-orang kafir yang lancang menduduki negeri kaum muslimin, bila kejahatan mereka itu bisa di tangani oleh penduduk negeri yang di duduki atau yang di rampas maka kewajiban sudah gugur dari yang lain, dan bila penolakan kejahatan mereka dari kezalimannya [kaum kafir] tidak teratasi oleh penduduk negeri yang di duduki itu, maka wajib atas orang yang dekat dengan musuh dari penduduk negeri-negeri lain menolong saudara-saudara mereka dan menghadang gerak langkah orang-orang kafir itu. Dan kewajiban ini tidak gugur dari pundak kaum muslimin sampai musuh di usir dari negeri kaum muslimin.

    Dan dalam perang ini tidak wajib ada izin dari pemimpin, apalagi kalau si pemimpin itu telah mengkhianati Diennya lagi mencampakan aturan-aturan Allah, karena Jihad telah Fardhu ‘Ain.

    Para Ulama tidak berselisih bahwa tugas paling utama penguasa adalah menegakan Syariat Allah, menjihadi orang-orang kafir dan murtaddin serta menolong Islam dan kaum Muslimin di seluruh belahan dunia. Dan bila mereka tidak melakukan hal itu, maka apa gerangan tugas mereka itu ???

    Alangkah butuhnya umat ini kepada para Ulama yang jujur yang mengkritisi para penguasa dan mengingkari di hadapan mereka keburukan perbuatan-perbuatan mereka dan kenistaan tingkah laku mereka. Dan alangkah butuhnya umat ini kepada tokoh-tokoh yang jujur yang mengerahkan seluruh kemampuannya dan menggunakan waktunya dalam memerangi orang-orang kafir dan menghadang sikap aniaya mereka, serta mereka mencari syahadah sebagaimana orang-orang kafir mencari kehidupan.

    Orang yang terbunuh dalam Jihad ini dalam keadaan maju tidak mundur adalah Syahid Fi Sabililah. Sungguh telah ada dalam Shahih Muslim [no.1915] dari jalur Suhail Ibnu Abi Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata: “Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia Syahid, dan siapa yang Mati di jalan Allah maka ia Syahid, siapa yang mati dalam wabah tho’un maka ia Syahid, serta siapa yang mati dalam sebab penyakit perut maka ia Syahid”.

    Hadist-hadist mutawatir dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam telah menunjukan bahwa Jihad di Jalan Allah adalah tergolong amalan paling utama dan orang-orang yang menjalankanya adalah tergolong hamba-hamba yang paling utama. Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam telah di tanya tentang amalan yang menyamai Jihad fi sabilillah ‘Azza wa Jalla ? Beliau bersabada: “kalian tidak akan mampu”, mereka mengulangi pertanyaan kepada Beliau dua atau tiga kali, semua itu beliau jawab: “kalian tidak akan mampu “, dan ketiganya beliau berkata: “ perumpamaan Mujahid Fi Sabilillah adalah seperti orang yang Shaum yang berdiri Sholat lagi khusyu’ dengan ayat-ayat Allah, ia tidak menghentikan diri dari Shaum dan sholat, sampai Mujahid fi Sabilillah Ta’ala pulang” di riwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan Suhail Ibnu Abi Shalih dari Ayahnya dari Abu Hurairah Radiyallahu ’anhu, dan di riwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dengan maknanya dari Hadist Abu Hushain dari Dzakwan dari Abu Hurairah.

    Dan ada dalam Ash-Shahihan dari jalan Az-Zuhri berkata: ‘Atha Ibnu Yazid Al-laitsi telah mengabarkan kepadaku bahwa Abu Sa’id Al-khudri Radiyallahu ’anhu telah mengabarkannya, ia berkata: ‘katakan wahai Rasulullah, manusia macam apa yang paling utama?”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Mukmin Mujahid fi Sabilillah dengan jiwanya dan hartanya”, Mereka berkata: “kemudian siapa?”, Beliau bersabda: “mukmin yang berada di suatu lembah, dia bertaqwa kepada Allah dan ia meninggalkan manusia dari kejahatannya”. Shahih Al-Bukhari [no.2786] dan Muslim [n0.1888].

    Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Demi Dzat yang jiwa ku berada di tangan-Nya, sungguh saya ingin terbunuh di jalan Allah, kemudian saya hidup kemudian saya terbunuh kemudian saya hidup kemudian saya terbunuh”, di riwayatkan oleh Al-Bukhari [no.2797] dan Muslim [no.1876] dari jalan ‘Umarah, berkata: Abu Zar’ah Ibnu ‘Amr Ibnu Jarir telah mengabarkan kepada kami, ia berkata: saya telah mendengar Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam… dengannya.

    Dari Anas Radiyallahu ’anhu, berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “tidaklah seseorang meninggal yang memiliki kebaikan di sisi Allah, [terus] ia ingin kembali ke dunia dan bahwa baginya dunia dan seisinya, kecuali orang yang mati Syahid, karena ia melihat [pahala] dari keutamaan syahadah, maka sesungguhnya ia merasa senang bila kembali ke dunia terus ia terbunuh sekali lagi” di riwayatkan Al-Bukhari dari jalan Abu Ishaq dari Humaid dari Anas, dan di riwayatkan Al-Bukhari [no.2817] dan Muslim [no.1877] dari jalan Syu’bah dari Qotadah dari Anas dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

    Dan Nabi Allah, Sulaiman telah berangan-angan ingin memiliki anak yang banyak supaya mereka menjadi para pendekar yang berjihad di jalan Allah. Ini ada dalam Ash-Shahihan.

    JIHAD ADA DUA MACAM

    Jihad Tholab [Invansi]: yaitu mendatangi orang-orang kafir dan menginvansi mereka di negeri-negeri mereka walaupun tidak pernah muncul dari mereka sedikitpun penganiayaan, agar mereka masuk ke dalam Islam seluruhnya atau mereka memberikan jizyah dari tangan mereka langsung sedang mereka dalam keadaan hina, dan ini adalah Nash Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma Ahlul Ilmi. Dan tidak menghalangi dari Jihad ini kecuali bahaya-bahaya yang kuat atau ketidak mampuan dan kelemahan [pasukan Islam-ed]. Dan dalam hal ini di kembalikan kepada orang-orang ‘Alim lagi jujur dan hal ini tidak boleh di cari pada orang yang telah menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah, atau orang-orang yang pecundang dan para penebar isu di muka bumi ini. Dan tujuan terbesar dari Jihad ini adalah meninggikan kalimat Allah, membela Dien-Nya serta menghinakan kekafiran dan para pelakunya.

    Jihad Difa’I [pertahanan]: yaitu Jihad menghalau musuh dari negeri kaum muslimin, dan ini adalah wajib dengan Ijma, serta tidak ada yang menghalangi darinya kecuali orang jahil atau munafiq. Ia wajib di Palestina, Chechnya, Afghanistan, Filipina dan banyak negeri lainnya. Negara-negara kafir, Amerika dan sekutu-sekutunya telah saling mewasiatkan untuk memerangi Islam dan kaum Muslimin, membunuh pemimpin mereka, menebar kerusakan di antara mereka dan meng-embargo sebagian negeri-negeri mereka.

    Presiden Amerika Bush dalam siaran pers yang di laksanakan hari Ahad 28/6/1422 H telah menegaskan bahwa perang ini adalah perang salib [crusade], dan koalisi salib ini membutuhkan pada penghadangan yang paling besar, upaya-upaya berkesinambungan dan terjun bersama-sama, sehingga tidak seorangpun di udzur dengan sikap tidak ikut serta menghadapinya, dan masing-masing sesuai kadar kemampuannya. Baik dengan jiwanya dimana hajat membutuhkan kepadanya, juga dengan harta dan lisannya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Jihadilah orang-orang musyrik itu dengan harta-harta kalian, jiwa-jiwa kalian dan lisan-lisan kalian.” Hadist Riwayat Abu dawud [no.2504] dan An-Nasa’I [3089] dari jalan Hammad dari Humaid dari Anas dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

    Dan hal paling minimal yang di kerahkan dalam penghadangan dan perang salib ini adalah do’a buat Hizbullah Al-Mukminin dan Ibadullah Al-Mujahidin, bersungguh-sungguh dalam do’a itu dan mencari-cari waktu ijabah do’a, seperti sepertiga malam terakhir, dalam sujud [ketika sholat-ed], antara Adzan dan Iqomah, Qunut dalam shalat lima waktu, dimana ia mendo’akan buat orang-orang yang tertindas dari kau mukminin dan meminta pertolongan kepada Allah atas kafirin dari kalangan yahudi perampas dan kristen yang aniaya.

    Abu Hurairah Radiyallahu ’anhu, berkata: sungguh saya akan mempraktekan shalat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, maka Abu Hurairah Qunut dalam raka’at terakhir dari shalat Dzuhur, shalat Isya’ dan shalat Shubuh setelah mengatakan: “Sami’Allahu liman hamidah” terus beliau berdo’a buat kaum muslimin dan melaknat kuffar” [HR.Al-Bukhari dalam Shahihnya no.797 dan Muslim no.676 dari jalur Yahya Ibnu Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah Radiyallahu ’anhu.

    Dan tidak wajib meminta izin kepada penguasa dalam hal qunut di masjid-masjid (benarkah tidak wajib??), karena tidak ada dalil atas hal itu, dan serupa itu andai dilarang dari melaksanakan sunnah rawatib, maka sesungguhnya penguasa itu tidak usah di taati, karena ketaatan hanyalah dalam hal Ma’ruf, sedangkan ini sama sekali tergolong bukan hal ma’ruf. Sungguh umat ini telah di beri bencana dengan penguasa yang menelantarkan hudud dan yang melarang Jihad fi sabilillah serta qunut dalam shalat yang lima waktu, dan [umat di beri bencana] dengan ulama yang melegalkan sikap-sikap hina ini dan mengomentari sikap kepengecutan mereka dari menolong Al-Islam wal Muslimin dengan dalih mendengar dan patuh kepada para penguasa dalam kondisi giat dan malas !!!

    Padahal ini adalah penempatan Hadist bukan pada tempatnya, dimana para ulama telah Ijma bahwa orang yang memerintahkan kemungkaran adalah tidak boleh di taati. Dan sesungguhnya kewajiban para ulama adalah berdiri menghadang kebatilan dan gerak langkah kesesatan. Wajib atas mereka mengobarkan ruh Jihad di tengah umat dan memimpinnya dalam meninggikan panji ini serta berlomba-lomba dalam mengitari hal itu.

    Mereka adalah pewaris para Nabi dan para pengemban syariat, serta orang yang paling paham akan hukum-hukum Jihad dan keutamaannya, serta apa yang Allah telah siapkan berupa pahala buat Mujahidin. Sekarang adalah waktu pengorbanan, Nushratil Muslimin, dan Jihadul Kafirin dan Salibiyin, inilah jalan yang menghantarkan kepada syahadah, ridha Allah dan Jannah-Nya.

    Ini Humair Ibnul Hamman Al-Anshary saat mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata: “bangkitlah untuk menggapai surga yang luasnya seluas langit dan bumi” Umair berkata: “wahai Rasulullah, surga seluas langit dan bumi?” Beliau Berkata:” Ya”, maka Ia berkata: “Bakh, bakh” maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berkata:” apa yang membawamu untuk mengucapkan Bakk,bakh” Ia berkata: “tidak wahai Rasulullah kecuali harapan saya untuk ingin menjadi bagian ahli Surga” Rasulullah berkata: ”sesungguhnya kamu termasuk ahli surga” kemudian Ia berkata: “andai saya hidup sampai habis makan kurma-kurma ini, maka sesungguhnya ia adalah kehidupan yang panjang”. Usai berkata, maka ia melemparkan kurma-kurma yang ada padanya kemudian ia memerangi mereka sampai terbunuh” HR.Muslim dalam Shahihnya [no.1901] dari jalur-jalur dari Hasyim Ibnul Qasim, telah mengabarkan kami Sulaiman Ibnul Mughirah dari Tsabit dari Anas Ibnu Malik…

    Dan ada dalam shahih Muslim [no.1889] dari Jalan Abdul Aziz Ibnu Hazim dari ayahnya dari Ba’jah dari Abu Hurairah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, bahwa Beliau berkata: “sebaik-baiknya kehidupan manusia bagi mereka adalah, seorang laki-laki yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, ia melesat di atas punggungnya setiap kali ia mendengar suara teriakan atau peperangan maka ia terbang di atasnya, ia mencari tempat-tempat pembunuhan atau kematian. Atau orang yang berada di tengah-tengah kambingnya di atas lereng gunung di lembah dari lembah-lembah ini, ia mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta beribadah kepada Rabb-Nya sampai menemui kematian, tidak ada pada manusia kebaikan kecuali itu”.

    Dan banyak mereka adalah orang-orang yang terjelma pada mereka hakekat ini dan ‘Ubudiyah ini, mereka mencari-cari syahadah saat manusia lain mencari dunia dan kelezatannya…

    Biarkan kami pergi pada jalan-jalan harga diri kami
    Sedang kami memiliki bekal berupa cita-cita yang tinggi
    Janji buat kami adalah kemenangan yang nyata,
    Maka bila kami mati
    Maka di sisi Rabb kami ada tempat tersedia
    BIARKANLAH KAMI MATI HINGGA MERAIH KESYAHIDAN…
    KARENA MATI DI JALAN HIDAYAH ADALAH KELAHIRAN…

    JANGAN HERAN! KARENA KEHIDUPAN MUJAHIDIN SELURUHNYA AJAIB

    Syiar mereka adalah: “Saya menang demi Tuhannya Ka’bah”. Tsumamah Ibnu Abdillah Ibnu Anas berkata: Saya mendengar Anas Ibnu Malik Radiyallahu ’anhu berkata: tatkala pamannya di tusuk di hari sumur Ma’unah, pamannya mengisyaratkan dengan darahnya: begini, terus Ia melumurkan darah itu ke wajah dan kepalanya, terus berkata: “saya menang, demi Tuhan Ka’bah”. HR.Al-Bukhari [no.4092] dalam shahihnya dari jalan Abdullah Ibnu Mu’ammar dari Tsumamah.

    Dan Al-Waqidi meriwayatkan bahwa ‘Amir Ibnu Fuharah mengatakannya, kemudian orang yang membunuhnya masuk Islam saat itu juga,

    dan saat Khubaib Ibnu ‘Addi di tawan dan di kedepankan untuk di bunuh, dia berujar:

    “saya tidak peduli dalam keadaan muslim saya di bunuh
    Di sisi manapun karena Allah sebab saya terbunuh
    Dan itu karena Dzat Allah dan bila Dia mau
    Dia memberkati terhadap anggota-anggota badan yang terputus”
    Engkau bisa melihat ini di Shahih Bukhari [no.3045]

    Hadist-hadist tentang hal ini banyak, dan hikayat-hikayat tentang para pendekar Islam tidaklah membosankan, dan para ibu tidaklah mandul dari melahirkan para pemberani itu. Nama-nama Jihadiyah yang muncul pada masa kita ini berlomba-lomba muncul dalam ingatan saya, inilah sang Panglima ‘Abdullah ‘Azzam, Jamilurrahman, Anwat Sya’ban, Yahya Ayyash Rahimahumullah, serta Komander Samir As-Suwailim yang di kenal dengan sebutan Khattab. Umat ini telah menderita sebulan yang lalu dengan terbunuhnya beliau, karena di racun pada umur yang tidak lebih dari 33 tahun, beliau dilahirkan pada tahun 1389 H, beliau bergabung dengan Mujahidin Afghan pada umur 18 tahun dan terus senantiasa berada di medan-medan perang sampai akhirnya ia memimpin Tentara Islam di peperangan Chechnya dan menimpakan banyak kerugian pada musuh. Ia memang mencari Syahadah dan khawatir meninggal di selain tanah Jihad, maka Allah menyampaikan pada cita-citanya.

    Dan kami meyakini bahwa lenyapnya sang panglima pemberani ini serta Mujahidin piawai lainnya tidak akan melemahkan Mujahidin atau meluluhkan mereka. Bila mati seorang pendekar pemberani seperti Khattab Rahimahullah, maka sesungguhnya pada umat ini terdapat pendekar lainnya dan orang-orang yang tulus terhadap Dien ini. Karena sesungguhnya Umat yang di rahmati ini selalu terus memberi, ia melahirkan Orang-orang yang shalih, para Imam yang bertaqwa, Ulama yang jujur dan Panglima yang mukhlis.

    Bila mati ditengah kami seorang tokoh maka berdiri tokoh yang lain, yang mengucapkan lagi melakukan apa yang di ucapkan orang-orang yang mulia.
    Yang mencetak tokoh, dan menanamkan pada mereka kekuatan dan keberanian adalah aqidah dan keteguhan diatas prinsip.

    Kami memohon kepada Allah Ta’ala agar membela Dien-Nya, meninggikan kalimat-Nya, memenangkan Auliya-Nya dan menghinakan musuh-musuh-Nya.
    Ya Allah sesungguhnya bumi adalah bumi-Mu, langit adalah langit-Mu dan laut-adalah laut-Mu.
    Ya Allah apa yang di miliki yahudi para perampas dan kristen yang aniaya berupa kekuatan di langit maka jatuhkanlah, dan apa yang mereka miliki berupa kekuatan di bumi maka hancurkanlah serta apa yang mereka miliki berupa kekuatan di laut, maka tenggelamkanlah…

    Wal Hamdulillahi Rabbil ‘Alamiin

    Saudara Kalian: Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-‘Ulwan
    10/4/1423 Hijriyah

    Alih bahasa: Abu Sulaiman
    http://www.arrahmah.com (situs teroris sesat)

Tinggalkan komentar