MANFAAT ISTIGHFAR SEBANYAK-BANYAKNYA

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata :”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya, ‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!”.

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan :”Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. [Nuh : 10-12]

Dan (Hud berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”. [Hud : 52]

“Berdo’alah kepada rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” [Al-A’raaf : 55-56]

================================

Oleh karena itu wahai kaum Muslimin, koreksilah dirimu, bertaubatlah kepada rabb-mu, mintalah ampun padaNya, segeralah untuk taat kepadaNya, tinggalkanlah maksiat, tolong menolonglah didalam kebaikan dan taqwa, berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berbuat baik, bersikap adil-lah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Persiapkanlah diri dengan berbagai kebaikan sebelum maut (kematian) menjemput, sayangilah orang-orang yang lemah di antara anda, bantulah orang-orang yang fakir di antara anda, perbanyaklah untuk ingat dan minta ampun kepadaNya, saling memerintahkanlah pada kebajikan, dan saling melaranglah dari yang mungkar, niscaya anda semua menjadi orang-orang yang disayang (Allah), jadikan musibah-musibah yang mengenai orang selain yang disebabkan dosa dan kesalahan mereka sebagai pelajaran.

Allah akan memberi taubat kepada orang yang mau bertaubat dan akan menyayangi orang yang berbuat kebaikan. Dan kesudahan yang baik (khusnul khatimah) hanyalah untuk orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa” [Hud : 49]

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” [An-Nahl : 128]

Allah-lah Dzat yang diminta dengan nama-namaNya yang baik, dan sifat-sifatNya yang

[Diterjemahkan oleh Muhyiddin Abu Yahya dari Kitab Wujubut Taubah Ilallah Wadh Dhara’ah Inda Nuzulil Mashaib]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/V/1421H-2001M Diterbitkan oleh Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]

Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/2050/slash/0

===================================

Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.

“Artinya : Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya”.

Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama -semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan : “Dalam istilah syara’, taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna” [Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, dari asal kata ” tauba” hal. 76]

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : “Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.

Jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma’af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf” [Riyadhus Shalihin, hal. 41-42]

Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/933/slash/0

Tinggalkan komentar