TIPS-TIPS EFEKTIF UNTUK MENGHILANGKAN RASA CINTA DAN RINDU KEPADA ORANG YANG BUKAN MILIK KITA (Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta)

sumber: http://muslim.or.id/muslimah/memadu-kasih-di-hari-valentine.html

Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta

Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk menikah.

Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.

Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”[10]

Kedua: Banyak memohon pada Allah

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)

Ketiga: Rajin memenej pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Lihatlah surat An Nur ayat 30 yang telah kami sebutkan sebelumnya. Mujahid mengatakan, “Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta pada Allah.”[11]

Keempat: Lebih giat menyibukkan diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Ibnul Qayyim pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[12]

Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air dapat menumbuhkan sayuran.”  Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.[13]

========================================

Memadu Kasih di Hari Valentine?

Hari Valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day), pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Pada masa kini, hari raya ini berkembang bukan hanya para orang yang memadu kasih, tapi pada sahabat dan teman dekat. Namun mayoritas yang merayakannya adalah orang yang sedang jatuh cinta. Ini pun dianut saat ini dan semakin meluas di kalangan muda-mudi di negeri ini. Ketika hari tersebut ada yang memberikan coklat kepada kekasihnya atau kado spesial lainnya.

Selaku umat Islam, tentu saja kita mesti menilik ulang perayaan tersebut. Ada beberapa tinjauan dalam perayaan tersebut yang bisa dikritisi. Di antaranya adalah tentang memadu kasih lewat pacaran dan hukum merayakan valentine serta memberikan hadiah ketika itu. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kami untuk membahasnya.

Meninjau Fenomena Memadu Kasih Lewat Pacaran

Sebagian orang menyangka bahwa jika seseorang ingin mengenal pasangannya mestilah lewat pacaran. Kami pun merasa aneh kenapa sampai dikatakan bahwa cara seperti ini adalah satu-satunya cara untuk mengenal pasangan. Saudaraku, jika kita telaah, bentuk pacaran pasti tidak lepas dari perkara-perkara berikut ini.

Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina

Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”[1] Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.

Kedua:  Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan

Padahall Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” (QS. An Nur: 30). Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.

Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[2]

Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[3] Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).

Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina

Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.[4]

Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat pacaran. Adakah bentuk pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan halal? Dan bagaimana mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran di atas pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami, maka seharusnya kita berani pula mengatakan ada zina islami, judi islami, arak islami, dan seterusnya.

Menikah, Solusi Terbaik untuk Memadu Kasih

Solusi terbaik bagi yang ingin memadu kasih adalah dengan menikah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »

Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.[5]

Inilah jalan yang terbaik bagi orang yang mampu menikah. Namun ingat, syaratnya adalah mampu yaitu telah mampu menafkahi keluarga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda[6], barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[7] Yang dimaksud baa-ah dalam hadits ini boleh jadi jima’ yaitu mampu berhubungan badan. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud baa-ah adalah telah mampu memberi nafkah. Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullahh mengatakan bahwa kedua makna tadi kembali pada makna kemampuan memberi nafkah.[8] Itulah yang lebih tepat.

Inilah solusi terbaik untuk orang yang akan memadu kasih. Bukan malah lewat jalan yang haram dan salah. Ingatlah, bahwa kerinduan pada si dia yang diidam-idamkan adalah penyakit. Obatnya tentu saja bukanlah ditambah dengan penyakit lagi. Obatnya adalah dengan menikah jika mampu. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.”[9]

Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta

Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk menikah.

Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.

Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”[10]

Kedua: Banyak memohon pada Allah

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)

Ketiga: Rajin memenej pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Lihatlah surat An Nur ayat 30 yang telah kami sebutkan sebelumnya. Mujahid mengatakan, “Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta pada Allah.”[11]

Keempat: Lebih giat menyibukkan diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Ibnul Qayyim pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[12]

Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air dapat menumbuhkan sayuran.”  Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.[13]

Kasih Sayang di Hari Valentine

Saling memberi kado, saling memberi coklat dan hadiah, fenomena semacam inilah yang akan kita saksikan pada hari Valentine (14 Februari) dan hari ini pun disebut dengan hari kasih sayang. Jika ini didasari pada memadu kasih dengan pacaran, sudah kami jabarkan kekeliruannya di atas. Jika ini adalah kasih sayang secara umum, maka di antara kerusakan yang dilakukan adalah tasyabuh atau mengikuti budaya orang barat (orang kafir).

Mungkin sebagian kaum muslimin tidak mengetahui bahwa sebenarnya perayaan ini berasal dari budaya barat untuk mengenang pendeta (santo) Valentinus. Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai hari peringatan santo Valentinus. Kenapa tanggal 14 Februari bisa dihubungkan dengan santo Valentinus? Ada yang menceritakan bahwa sore hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati karena memperjuangkan cinta), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu“. Pada kebanyakan versi menyatakan bahwa 14 Februari dihubungkan dengan kegugurannya sebagai martir.[14]

Dari sini menunjukkan bahwa perayaan Valentine bukan perayaan kaum muslimin, namun termasuk perayaan barat. Perayaan ini pun dimaksudkan untuk mengenang tokoh orang kafir yaitu santo Valentinus. Sehingga kerusakannya yang terlihat jelas adalah tasyabuh (meniru-niru) orang kafir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka[15] Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal  perayaan, penampilan dan kebiasaan yang menjadi ciri khas mereka. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[16]

Perayaan ini adalah acara ritual agama lain. Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta, asalnya adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka. Sehingga dari sisi inilah pemberian hadiah valentine menjadi terlarang.

Peringatan dari Komisi Fatwa di Saudi Arabia

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Riset Ilmiyyah dan Fatwa, Saudi Arabia) telah menanggapi pertanyaan seputar ‘Idul Hubb (perayaan Hari Valentine). Para ulama yang duduk di sana menjawab, “Perayaan hari Valentine termasuk perayaan yang dikategorikan tasyabuh (meniru-niru) orang kafir dan termasuk salah satu hari besar dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan bagi siapapun dari kaum muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, wajib baginya untuk menjauhi perayaan tersebut sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allah dan hukuman-Nya.

Begitu pula seorang muslim diharamkan untuk membantu dalam perayaan ini, atau perayaan lainya yang terlarang, baik membantu dengan makanan, minuman, jual, beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain lain. Semua ini termasuk bentuk tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran, serta termasuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2).”[17] Demikian cuplikan dari fatwa Al Lajnah Ad Daimah.

Oleh karenanya, tidaklah pantas jika kaum muslimin ikut serta dalam perayaan ini baik dengan mengucapkan selamat Valentine lewat surat maupun lainnya, memberi hadiah dan coklat, serta mendukung dengan menjual berbagai hadiah untuk perayaan tersebut.

Semoga Allah memberi taufik dan memperbaiki keadaan kaum muslimin.

Diselesaikan berkat nikmat Allah di Panggang-Gunung Kidul, 24 Shofar 1431 H

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] Fathul Qodir, Asy Syaukani, 4/300, Mawqi’ At Tafaasir.[2] HR. Muslim no. 5770[3] HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).

[4] HR. Muslim no. 6925.

[5] HR. Ibnu Majah no. 1847. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Ash Shahihah no. 624.

[6] Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 9/173, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392 H)

[7] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.

[8] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/173.

[9] Rodhotul Muhibbin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 212, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah Beirut, tahun 1412 H.

[10] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 10/187, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

[11] Majmu’ Al Fatawa, 15/394.

[12] Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

[13] Lihat Talbis Iblis, Ibnul Jauzi, hal. 289, Darul Kutub Al ‘Arobi, cetakan pertama, tahun 1405 H.

[14] Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Valentine

[15] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.

[16] Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.

[17] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wa Ifta’, no. 21203, 2/263-264, Mawqi’ Al Ifta’. Yang menandatangani fatwa tersebut: Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah Alusy Syaikh selaku ketua; Syaikh ‘Abdullah bin Ghodyan, Syaikh Sholih Al Fauzan dan Syaikh Bark Abu Zaid selaku anggota. Silakan lihat pada link berikut: http://alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&PageID=186&PageNo=1&BookID=12

sumber: http://muslim.or.id/muslimah/memadu-kasih-di-hari-valentine.html

“Sex Before Marriage” Bukan Cinta Sejati

“Sex Before Marriage” Bukan Cinta Sejati

PENULIS: USTADZ MUHAMMAD ABDUH TUASIKAL

http://rumaysho.com/belajar-islam/muslimah/2956-sex-before-marriage-bukan-cinta-sejati.html

cinta pacaranDua sejoli itu duduk berdampingan di sebuah taman yang rindang yang penuh pepohonan. Mereka berdua sebenarnya tidak sendirian. Karena tak jauh dari tempat mereka bercengkerama, belasan pasangan laki perempuan yang lain juga duduk menyepi.

Apakah yang duduk-duduk ini pasangan suami istri? Bukan. Mereka adalah pasangan muda-mudi yang menumpahkan perasaan kasmarannya. Sayangnya, cara yang mereka tempuh adalah cara yang keliru. Pemandangan seperti itu bukan lagi hal yang asing ditemukan. Bahkan tak jarang aktivitas pacaran tersebut dilakukan di rumah Allah, yaitu di masjid. Kebanyakan muda-mudi yang belum punya status nikah tetap nekad bermaksiat di tempat mulia semacam itu.

Pacaran Sudah Jelas Jalan Menuju Zina

Wahai muda-mudi … Jalan manakah lagi yang lebih dekat pada zina selain pacaran? Bukankah banyak kasus zina berawal dari tindak tanduk perkenalan diri lewat pacaran? Hal ini tidak bisa disangkal lagi, apalagi untuk sekarang ini. Sudah banyak berita yang kita saksikan. Hanya karena kenalan lewat media FB, hingga suka sama suka, dua sejoli dan yang satunya masih duduk di bangku kelas 2 SMP (14 tahun) akhirnya jalan berdua dengan kenalannya hingga si gadis kecil dibawa lari jauh dari ortunya. Terjadilah apa yang terjadi. Si gadis kecil pun dirayu-rayu oleh si laki-laki hingga akhirnya mau melepaskan keperawanannya hanya karena rayuan gombal.

Lihatlah adik-adikku … Bukankah pacaran ini benar-benar jalan menuju zina? Awalnya dari kenalan. Lalu beranjak janjian kencan. Lalu dibawa ke tempat sepi. Setelah itu beranjak ke yang lebih parah. Maka terjadilah zina yang tidak disangka-sangka dari awal, hanya karena alasan true love, membuktikan cinta yang sebenarnya.

Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Ulama terkemuka yaitu Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”[1]

Coba perhatikan penjelasan di atas wahai adikku … Kita dapat suatu pelajaran bahwa setiap hal yang dapat mengantarkan pada yang haram atau dosa besar, maka itu semua menjadi terlarang. Ingatlah bahwa ayat di atas bukan hanya memperingatkan perbuatan zina yang merupakan dosa besar. Namun ayat yang mulia di atas juga memperingatkan segala jalan yang dapat mengantarkan pada zina. Segala jalan menuju zina saja dilarang karena kita dilarang mendekati zina, maka melakukan zina lebih-lebih terlarang lagi.

Namun banyak muda-mudi yang kami sayangkan belum memahami ayat tersebut. Allah Ta’ala sebenarnya cukup menyampaikan ayat yang ringkas saja, namun cakupannya luas untuk melarang hal-hal lainnya. Dari sini, maka aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis itu terlarang dan aktivitas menyentuh lawan jenis juga terlarang. Apalagi dua aktivitas yang kami sebutkan ini ada larangan khususnya.

Untuk aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[2] Ini menunjukkan terlarangnya kholwat (berdua-duaan antara lawan jenis).

Untuk aktivitas menyentuh lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan larangannya dalam sabdanya,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.[3] Artinya, menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom termasuk keharaman karena dinamakan dengan zina yang juga haram.

Penjelasan di atas sebenarnya sudah cukup menyatakan bahwa pacaran itu terlarang. Jika ada yang masih mengatakan bahwa ada pacaran yang halal yaitu pacaran Islami, maka cukup kami jawab, “Bagaimana mau dikatakan halal sedangkan pelanggaran di atas masih ditemui? Jika kita nekad mengatakan ada pacaran Islami, maka kita juga seharusnya berani mengatakan ada zina Islami, khomr Islami, judi Islami dan sebagainya.” Hanya Allah yang beri taufik.

Lebih Parah Dari Itu

Kalau duduk merapat, berangkulan, berciuman dan sejenisnya yang dilakukan oleh laki perempuan non mahrom yang tak diikat tali pernikahan saja sudah tidak boleh dan dilarang oleh ajaran Islam, bagaimana jika lebih dari itu? Namun inilah yang disayangkan tersebar luas di kalangan muda-mudi. Mereka begitu mudahnya membuktikan cinta, namun dengan jalan yang keliru yaitu dengan “sex before marriage (SBM)”, atau istilah kerennya adalah dengan “making love”. Sekeren apapun namanya namun hakekatnya tetap sama yaitu menerjang larangan Allah dengan melakukan dosa besar zina. Inilah yang dikatakan oleh mereka-mereka sebagai pembuktian cinta. Inilah yang katanya true love, cinta sebenarnya. Bagaimana mungkin zina dinamakan true love sedangkan di sana menerjang larangan Allah yang termasuk dosa besar?

Bukankah Allah Ta’ala telah menyebutkan dalam kitabnya yang mulia,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32)? Lihatlah bahwa zina di sini disebut dengan perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan.

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,

ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ

Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[4] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ

Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.[5]

Meski larangan-larangan zina dalam berbagai dalil di atas begitu tegas dan ancamannya begitu berat ternyata banyak remaja yang terjebak dalam perbuatan keji tersebut. Survey, data yang diperoleh dan dipublikasikan oleh banyak kalangan semakin membuat hati miris. Kadang timbul pertanyaan setelah membacanya? Sudah benar-benar rusakkah pemuda Islam kita?

Haruskah Membuktikan True Love Lewat Making Love?

Mereka yang melakukan aktivitas pacaran, memberikan alasan bahwa seks sebelum nikah (sex before marriage) adalah bukti cinta sejati. Logika mereka, yang namanya cinta itu butuh pengorbanan. Nah, kalau wanita yang diajak pacaran, maka ia harus mau berkorban. Apa bentuk pengorbanannya? Tak lain dan tak bukan adalah mengorbankan kesucian mereka. Naudzu billah.

Tentu ini adalah alasan yang dibuat-buat untuk memperturutkan hawa nafsu rendahan. Yang benar adalah bila seseorang cinta pada seseorang pasti ia akan berusaha memberikan kebaikan kepada orang yang dicintainya dan tak rela bila kekasihnya terjerumus dalam kesengsaraan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ

Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman (dengan iman yang sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya mendapat kebaikan.[6]

Bila kita benar-benar cinta kepada seorang wanita dan sebaliknya, maka kita akan bersungguh-sungguh menjaga kesuciannya karena itu adalah suatu kebaikan sebagaimana kita pula ingin memperolehnya. Tentu hal itu tidak ditempuh lewat jalan pacaran dan berhubungan seks di luar jalan yang benar. Pengorbanan yang benar dalam cinta bukan berkorban untuk maksiat, namun berkorban dengan mengerahkan seluruh kemampuan menjaga kesucian diri dan orang yang dicinta serta berusaha meraih hubungan yang dihalalkan oleh Allah. Yakinlah adikku, jika kita benar-benar tulus ingin menjaga kesucian diri dan meraih yang halal, Allah pasti akan menolong. Ingat selalu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ الْعَفَافَ

Tiga orang yang berhak mendapatkan pertolongan Allah, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, budak mukatab yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah yang ingin menjaga kehormatan dirinya.”[7] Oleh karenanya, jika seseorang betul-betul ingin menjaga kesucian dirinya, maka tempuhlah jalan yang benar yaitu melalui jenjang pernikahan, niscaya pertolongan Allah akan terus datang. Yakinlah!

Jadi cinta sejati dibuktikan lewat jalan yang benar yaitu lewat jalan menikah. Jika belum mampu, maka bersabarlah. Sibukkanlah diri dengan hal-hal yang baik. Jauhi pergaulan dengan lawan jenis kecuali jika darurat. Banyak memohon kepada Allah agar diberikan kemudahan untuk terlepas dari zina dan segala jalan menuju perbuatan yang keji tersebut.

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada setiap muda-mudi yang membaca risalah ini.

Disusun di Panggang, Gunung Kidul, 26 Rabi’ul Awwal 1431 H (12/03/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com , dipublish ulang oleh http://rumaysho.com [8]


[1] Fathul Qodir, Asy Syaukani, 4/300, Mawqi’ At Tafaasir.[2] HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).

[3] HR. Muslim no. 6925.

[4] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.

[5] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[6] HR. Ahmad (3/206). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim.

[7] HR. Tirmidzi no. 1655. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani juga mengatakann hadits ini hasan.

[8] Kami olah tulisan ini dari Majalah Elfata, edisi 12, vol 07, tahun 2007.

================================================

PENULIS: USTADZ MUHAMMAD ABDUH TUASIKAL

http://rumaysho.com/belajar-islam/muslimah/2956-sex-before-marriage-bukan-cinta-sejati.html

Apakah Mengenal Pasangan Harus Lewat Pacaran? (tentu tidak)

Apakah Mengenal Pasangan Harus Lewat Pacaran?

penulis: ustadz muhammad abduh tuasikal

ImageSebagian orang menyangka bahwa jika seseorang ingin mengenal pasangannya mestilah lewat pacaran. Kami pun merasa aneh kenapa sampai dikatakan bahwa cara seperti ini adalah satu-satunya cara untuk mengenal pasangan. Saudaraku, jika kita telaah, bentuk pacaran pasti tidak lepas dari perkara-perkara berikut ini.

Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina

Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”[1] Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.

Kedua:  Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan

Padahall Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” (QS. An Nur: 30). Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.

Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[2]

Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[3] Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).

Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina

Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.[4]

Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat pacaran. Adakah bentuk pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan halal? Dan bagaimana mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran di atas pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami, maka seharusnya kita berani pula mengatakan ada zina islami, judi islami, arak islami, dan seterusnya.

Menikah, Solusi Terbaik untuk Memadu Kasih

Solusi terbaik bagi yang ingin memadu kasih adalah dengan menikah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »

Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.[5]

Inilah jalan yang terbaik bagi orang yang mampu menikah. Namun ingat, syaratnya adalah mampu yaitu telah mampu menafkahi keluarga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda[6], barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[7] Yang dimaksud baa-ah dalam hadits ini boleh jadi jima’ yaitu mampu berhubungan badan. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud baa-ah adalah telah mampu memberi nafkah. Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullahh mengatakan bahwa kedua makna tadi kembali pada makna kemampuan memberi nafkah.[8] Itulah yang lebih tepat.

Inilah solusi terbaik untuk orang yang akan memadu kasih. Bukan malah lewat jalan yang haram dan salah. Ingatlah, bahwa kerinduan pada si dia yang diidam-idamkan adalah penyakit. Obatnya tentu saja bukanlah ditambah dengan penyakit lagi. Obatnya adalah dengan menikah jika mampu. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.”[9]

Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta

Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk menikah.

Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.

Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”[10]

Kedua: Banyak memohon pada Allah

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)

Ketiga: Rajin memenej pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Lihatlah surat An Nur ayat 30 yang telah kami sebutkan sebelumnya. Mujahid mengatakan, “Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta pada Allah.”[11]

Keempat: Lebih giat menyibukkan diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Ibnul Qayyim pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[12]

Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air dapat menumbuhkan sayuran.”  Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.[13]

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com


[1]Fathul Qodir, Asy Syaukani, 4/300, Mawqi’ At Tafaasir.[2] HR. Muslim no. 5770

[3] HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).

[4] HR. Muslim no. 6925.

[5] HR. Ibnu Majah no. 1847. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Ash Shahihah no. 624.

[6] Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 9/173, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392 H)

[7] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.

[8] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/173.

[9]Rodhotul Muhibbin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 212, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah Beirut, tahun 1412 H.

[10]Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 10/187, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

[11]Majmu’ Al Fatawa, 15/394.

[12]Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

[13] Lihat Talbis Iblis, Ibnul Jauzi, hal. 289, Darul Kutub Al ‘Arobi, cetakan pertama, tahun 1405 H.

penulis: ustadz muhammad abduh tuasikal

Kriteria Wanita Idaman

Kriteria Wanita Idaman

PENULIS: USTADZ MUHAMMAD ABDUH TUASIKAL

Home

Kriteria Wanita IdamanSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Setelah sebelumnya kita mengkaji siapakah pria yang mesti dijauhi dan tidak dijadikan idaman maupun idola, maka untuk kesempatan kali ini kita spesial akan membahas wanita. Siapakah yang pantas menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih. Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi diri. Semoga bermanfaat.

Kriteria Pertama: Memiliki Agama yang Bagus

Inilah yang harus jadi kriteria pertama sebelum kriteria-kriteria lainnya. Tentu saja wanita idaman memiliki aqidah yang bagus, bukan malah aqidah yang salah jalan. Seorang wanita yang baik agamanya tentu saja tidak suka membaca ramalan-ramalan bintang seperti zodiak dan shio. Karena ini tentu saja menunjukkan rusaknya aqidah wanita tersebut. Membaca ramalan bintang sama halnya dengan mendatangi tukang ramal. Bahkan ini lebih parah dikarenakan tukang ramal sendiri yang datang ke rumahnya dan ia bawa melalui majalah yang memuat berbagai ramalan bintang setiap pekan atau setiap bulannya. Jika cuma sekedar membaca ramalan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya mengenai sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam.[1] Jika sampai membenarkan ramalan tersebut, lebih parah lagi akibatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kufur pada Al Qur’an yang diturunkan pada Muhammad.[2]

Begitu pula ia paham tentang hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan dirinya dan juga untuk mengurus keluarga nantinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan seorang pria untuk memilih perempuan yang baik agamanya. Beliau bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”.[3] Sebenarnya makna “taribat yadak adalah

Inilah kriteria wanita idaman yang patut diperhatikan pertama kali –yaitu baiknya agama- sebelum kriteria lainnya, sebelum kecantikan, martabat dan harta.

Kriteria Kedua: Selalu Menjaga Aurat

Kriteria ini pun harus ada dan jadi pilihan. Namun sayangnya sebagian pria malah menginginkan wanita yang buka-buka aurat dan seksi. Benarlah, laki-laki yang jelek memang menginginkan wanita yang jelek pula.

Ingatlah, sangat bahaya jika seorang wanita yang berpakaian namun telanjang dijadikan pilihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[4] Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:

  1. Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
  2. Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[5]

Sedangkan aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.[6]

Kriteria Ketiga: Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i

Wanita yang menjadi idaman juga sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut ini yang kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.

Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.

Syarat kedua: Bukan memakai pakaian untuk berhias diri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[7]

Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Syarat keempat:  Tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.”[8]

Inilah di antara beberapa syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang pantas dijadikan kriteria.

Kriteria keempat: Betah Tinggal di Rumah

Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.[9]

Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”.[10]

Kriteria Kelima: Memiliki Sifat Malu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ

Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.[11]

Kriteria ini juga semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!

Demikianlah kriteria wanita yang semestinya jadi idaman. Namun kriteria ini baru sebagian saja. Akan tetapi, kriteria ini semestinya yang dijadikan prioritas.

Intinya, jika seorang pria ingin mendapatkan wanita idaman, itu semua kembali pada dirinya. Ingatlah: ”Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”. Jadi, hendaklah seorang pria mengoreksi diri pula, sudahkah dia menjadi pria idaman, niscaya wanita yang ia idam-idamkan di atas insya Allah menjadi pendampingnya. Inilah kaedah umum yang mesti diperhatikan.

Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu mendapatkan keberkahan dalam hidup ini.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com


[1] HR. Muslim  no. 2230, dari Shofiyah, dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[2] HR. Ahmad (2/492). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[3] HR. Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1446, dari Abu Hurairah.

[4] HR. Muslim no. 2128, dari Abu Hurairah.

[5]Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/190-191, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua.

[6] Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14.

[7] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.

[8] HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih.

[9]Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/150.

[10] HR Ibnu Khuzaimah no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

[11] HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain.

PENULIS: USTADZ MUHAMMAD ABDUH TUASIKAL

Home

Obat Ketika Merindukan Si Dia (pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

Pangukan, Sleman, Kamis, 24 Dzulqo’dah 1430 H

Tak bisa disangkal, manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.

Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Karena sudah tahu bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah satu-satunya yang jadi pilihan. Padahal si pria belum mampu memberi nafkah lahir. Wanita pun masih muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan sekolah atau meraih gelar. Akhirnya, karena tidak kesampaian untuk nikah, maka pacaran terselubung sebagai jalan keluar karena tidak kuat menahan rasa rindu pada si dia. Lewat chatting, inbox FB atau sms jadi jalur alternatif.

Inilah yang dialami pemuda masa kini. Mungkin juga dialami para aktivis dakwah. Agar dikira tidak melalui pacaran, maka sms dan chatting yang jadi pilihan. Seharusnya rasa rindu ini bisa dipendam dengan melakukan beberapa kiat yang akan kami utarakan[1]. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.

Terapi dari Rasa Rindu dengan Segera Nikah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[2], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[3]

Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah.[4]

Secara bahasa, baa-ah bermakna jima’ (berhubungan suami istri). Sedangkan mengenai makna baa’ah dalam hadits di atas terdapat ada dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna.

Pertama: makna baa-ah adalah sebagaimana makna secara bahasa yaitu jima’. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berjima’ karena mampu memberi nafkah nikah, maka menikahlah. Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya memberi nafkah, maka hendaklah ia memperbanyak puasa untuk menekan syahwatnya dan untuk menghilangkan angan-angan jeleknya.

Pendapat kedua: makna baa-ah adalah kemampuan memberi nafkah. Dimaknakan demikian karena konsekuensi dari seseorang mampu berjima’, maka tentu ia harus mampu memberi nafkah. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang telah mampu memberi nafkah nikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa yang tidak mampu, maka berpuasalah untuk menekan syahwatnya.

Jadi maksud dari dua pendapat ini adalah sama yaitu harus punya kemampuan untuk memberi nafkah. Sehingga inilah yang menjadi syarat seseorang (khususnya pria) untuk membina rumah tangga dengan kekasih pilihan, yaitu ia memiliki kemampuan untuk memberi nafkah keluarga. Hal ini yang banyak disalahpahami sebagian pemuda. Mereka ngebet minta nikah pada ortunya. Padahal sesuap nasi saja masih ngemis pada ortunya. Hanya Allah yang memberi taufik.

Dari sini, barangsiapa yang memiliki kemampuan, maka segeralah untuk menikah guna memadamkan rasa rindu yang ada. Menikah di sini tidak mesti dengan orang yang selalu dirindukan. Boleh jadi, juga dengan orang lain. Karena nikah telah mencukupkan segala kebutuhan jiwa di samping dalam nikah akan ditemui banyak keberkahan. Jika memungkinkan menikah dengan orang yang dirindukan, maka menikahlah dengannya. Ini merupakan terapi manjur.

Berusaha untuk Ikhlas dalam Beribadah

Ikhlas adalah obat manjur penyakit rindu. Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”

Hati yang tidak ikhlas akan selalu diombang-ambingkan nafsu, keinginan, tuntutan serta cinta yang memabukkan. Keadaannya tak beda dengan sepotong ranting yang meliuk ke sana kemari mengikuti arah angin.

Banyak Memohon pada Allah

Setiap do’a yang kita panjatkan pasti akan bermanfaat. Boleh jadi do’a tersebut segera dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi sebagai simpanan di akhirat. Boleh jadi dengan do’a kita tadi, Allah akan menghilangkan kejelekan yang semisal.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”[5]

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.

Memenej Pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[6]

Mujahid mengatakan,

غَضُّ الْبَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ يُورِثُ حُبَّ اللَّهِ

“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, akan menimbulkan rasa cinta pada Allah.”[7] Berarti menahan pandangan dari wanita yang bukan mahrom akan menimbulkan rasa cinta pada Allah. Menundukkan pandangan yang dimaksud di sini ada dua macam yaitu memandang aurat sesama jenis dan memandang wanita yang bukan mahram.

Tiga faedah dari menundukkan pandangan telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[8]

Pertama: Akan merasakan manis dan lezatnya iman. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan memberi ganti dengan yang lebih baik.

Kedua: Akan memberi cahaya pada hati dan akan memiliki firasat yang begitu cemerlang.

Ketiga: Akan lebih menguatkan hati.

Lebih Giat Menyibukkan Diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Oleh karena itu, untuk memangkas kerinduan seseorang hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk dunia atau akhirat. Hakikat dari rasa rindu adalah kesibukan hati yang kosong. Di kala sepi sendiri, tanpa aktivitas muncullah bayangan sang kekasih, wajah, gerak-gerik, dan segala yang berkaitan dengannya. Seluruhnya hanya sekedar bayangan dan khayalan yang berakhir dengan kesedihan diri. Tiada manfaatnya sedikit pun bagi kehidupan kita.

Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[9]

Menghindari Nyanyian dan Film Percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.

Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.[10]

Imam Asy Syafi’i berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.[11]

Bayangkan Kekurangan Si Dia

Ingatlah selalu, orang yang engkau rindukan bukanlah pribadi yang sempurna. Ia sangat banyak kekurangan, sehingga tidak layak untuk dipuja, disanjung atau senantiasa dirindukan. Orang yang dirindukan sebenarnya tidak seperti yang dikhayalkan dalam lamuman.

Ibnul Jauzi berkata, “Sesungguhnya manusia itu penuh dengan najis dan kotoran. Sementara orang yang dimabuk cinta senantiasa melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Disebabkan cinta ia tidak lagi melihat adanya aib.”

Kita bisa menghukumi sesuatu dengan timbangan keadilan sedangkan orang yang sedang kasmaran tengah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tak dapat bersikap dengan adil. Kecintaannya menutupi seluruh aib yang dimiliki oleh pasangannya.

Para ahli hikmah berkata, “Mata yang diliputi oleh hawa nafsu akan menjadi buta.”

Semoga Allah memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

Pangukan, Sleman, Kamis, 24 Dzulqo’dah 1430 H


[1] Kiat-kiat ini kami olah dari pembahasan Majalah Elfata, edisi 02, volume 05, tahun 2005.[2] Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.

[3] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.

[4] Lihat Syarh Muslim, 5/70.

[5] HR. Ahmad no. 11149, 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

[6] HR. Muslim no. 2159.

[7] Majmu’ Al Fatawa, 15/394, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H

[8] Majmu’ Al Fatawa, 15/420-426

[9] Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

[10] Lihat Talbis Iblis, 289, Asy Syamilah

[11] Talbis Iblis, 283

CINTA BUKANLAH DISALURKAN LEWAT PACARAN

CINTA BUKANLAH DISALURKAN LEWAT PACARAN

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

love-you

Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga.

Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.

Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.

Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan

Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.

“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-

Allah Memerintahkan kepada Wanita untuk Menutup Auratnya

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59)

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31).
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Atho’ bin Abi Robbah bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amr Abdul Mun’im Salim)

Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis

Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
An Nawawi –seorang ulama besar Syafi’iyyah- berkata,
”Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina. Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah (wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya; atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan-perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim)
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)

Meninjau Fenomena Pacaran

Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!
Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!

Mustahil Ada Pacaran Islami

Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”
Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.
Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nazhor (melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggal di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlelu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat. (Diambil dari buku Sutra Asmara, Abu Umar Basyir)

Pacaran Mempengaruhi Kecintaan pada Allah

Ibnul Qayyim menjelaskan,
”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari keinginannya untuk dekat dengan Allah”.

Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah

Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »

Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”

Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.

Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan

***
Panggang, Gunung Kidul, 22 Muharram 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

MANFAAT MENIKAH DI USIA MUDA (lebih cepat lebih baik)

MANFAAT MENIKAH DI USIA MUDA (lebih cepat lebih baik)

PENULIS: USTADZ MUHAMMAD ABDUH TUASIKAL

Home

wedding Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Menikah di usia muda, siapa takut?

Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan –hafizhohullah– yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).

[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]

Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)

Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.

Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له

Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”1

Hal ini menunjukkan bahwa anak memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.

[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]

Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة

Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.2 Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.

Rintangan pertama:

Ada yang mengutarakan bahwa nikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.

Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang, maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.

Rintangan kedua:

Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)

Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. Allah Ta’ala berfirman,

نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)

Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.

-Demikian penjelasan dari Syaikh Sholih Al Fauzan-

Sumber: http://www.sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=698

Semoga Allah memudahkan para pemuda untuk mewujudkan hal ini dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan mudhorot (bahaya). Jika ingin segera menikah dan sudah merasa mampu dalam menafkahi istri, maka lobilah orang tua dengan cara yang baik. Semoga Allah mudahkan.

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.com

Diselesaikan di pagi hari, 22 Muharram 1431 H, Panggang-Gunung Kidul.

Footnote:

1 HR. Muslim no. 1631, dari Abu Hurairah.
2 Shahih: HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai.

Bukan Pria Idaman

Bukan Pria Idaman

PENULIS: USTADZ MUHAMMAD ABDUH TUASIKAL

Home

Bukan Pria IdamanManusia idaman sejati adalah makhluk langka. Begitu banyak ujian dan rintangan untuk menjadi seorang idaman sejati. Kebalikannya, yang bukan idaman malah tersebar ke mana-mana. Inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Siapakah pria yang tidak pantas menjadi idaman dan tambatan hati? Apa saja ciri-ciri mereka? Mudah-mudahan -dengan izin Allah- kami dapat mengungkapkannya pada tulisan yang singkat ini.

Ciri Pertama: Akidahnya Amburadul

Di antara ciri pria semacam ini adalah ia punya prinsip bahwa jika cinta ditolak, maka dukun pun bertindak. Jika sukses dan lancar dalam bisnis, maka ia pun menggunakan jimat-jimat. Ingain buka usaha pun ia memakai pelarisan. Jika berencana nikah, harus menghitung hari baik terlebih dahulu. Yang jadi kegemarannya agar hidup lancar adalah mempercayai ramalan bintang agar semakin PD dalam melangkah.

Inilah ciri pria yang tidak pantas dijadikan idaman. Akidah yang ia miliki sudah jelas adalah akidah yang rusak.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Barangsiapa yang hendak meninggikan bangunannya, maka hendaklah dia mengokohkan pondasinya dan memberikan perhatian penuh terhadapnya. Sesungguhnya kadar tinggi bangunan yang bisa dia bangun adalah sebanding dengan kekuatan pondasi yang dia buat. Amalan manusia adalah ibarat bangunan dan pondasinya adalah iman.” (Al Fawaid)

Berarti jika aqidah dan iman seseorang rusak -padahal itu adalah pokok atau pondasi-, maka bangunan di atasnya pun akan ikut rusak. Perhatikanlah hal ini!

Ciri Kedua: Menyia-nyiakan Shalat

Tidak shalat jama’ah di masjid juga menjadi ciri pria bukan idaman. Padahal shalat jama’ah bagi pria adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an dan berbagai hadits. Berikut di antaranya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab, ”Ya”. Rasulullah bersabda, ”Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Orang buta ini tidak dibolehkan shalat di rumah apabila dia mendengar adzan. Hal ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan menghadiri shalat jama’ah. Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Lihatlah laki-laki tersebut memiliki beberapa udzur: [1] dia adalah seorang yang buta, [2] dia tidak punya teman sebagai penunjuk jalan untuk menemani, [3] banyak sekali tanaman, dan [4] banyak binatang buas. Namun karena  dia mendengar adzan, dia tetap diwajibkan menghadiri shalat jama’ah. Walaupun punya berbagai macam udzur semacam ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan dia untuk memenuhi panggilan adzan yaitu melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bagaimana dengan orang yang dalam keadaan tidak ada udzur sama sekali, masih diberi kenikmatan penglihatan dan sebagainya?!

Imam Asy Syafi’i sendiri mengatakan, “Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107)

Jika pria yang menyia-nyiakan shalat berjama’ah di masjid saja bukan merupakan pria idaman, lantas bagaimana lagi dengan pria yang tidak menjalankan shalat berjama’ah sendirian maupun secara berjama’ah?!

Seorang ulama besar, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam kitabnya Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, mengatakan, ”Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.

Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir (pembahasan dosa-dosa besar), hal. 25, Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.”

Ciri Ketiga: Sering Melotot Sana Sini

Inilah ciri berikutnya, yaitu pria yang sulit menundukkan pandangan ketika melihat wanita. Inilah ciri bukan pria idaman. Karena Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” (QS. An Nur: 30)

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya.

Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)

Boleh jadi laki-laki tersebut jika telah menjadi suami malah memandang lawan jenisnya sana-sini ketika istrinya tidak melihat. Kondisi seperti ini pun telah ditegur dalam firman Allah,

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghofir: 19)

Ibnu ‘Abbas ketika membicarakan ayat di atas, beliau mengatakan bahwa yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah seorang yang bertamu ke suatu rumah. Di rumah tersebut ada wanita yang berparas cantik. Jika tuan rumah yang menyambutnya memalingkan pandangan, maka orang tersebut melirik wanita tadi. Jika tuan rumah tadi memperhatikannya, ia pun pura-pura menundukkan pandangan. Dan jika tuan rumah sekali lagi berpaling, ia pun melirik wanita tadi yang berada di dalam rumah. Jika tuan rumah sekali lagi memperhatikannya, maka ia pun pura-pura menundukkan pandangannya. Maka sungguh Allah telah mengetahui isi hati orang tersebut yang akan bertindak kurang ajar. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (12/181-182).

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah itu mengetahui setiap mata yang memandang apakan ia ingin khianat ataukah tidak.” Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid dan Qotadah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 12/182, Darul Qurthubah)

Ciri Keempat: Senangnya Berdua-duaan

Inilah sikap pria yang tidak baik yang sering mengajak pasangannya yang belum halal baginya untuk berdua-duaan (baca: berkhalwat). Berdua-duaan (khokwat) di sini bisa pula bentuknya tanpa hadir dalam satu tempat, namun lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via FB dan lainnya. Seperti ini pun termasuk semi kholwat yang juga terlarang.

Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Ciri Kelima: Tangan Suka Usil

Ini juga bukan ciri pria idaman. Tangannya suka usil menyalami wanita yang tidak halal baginya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ketika berbaiat dan kondisi lainnya tidak pernah menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.

Dari Abdulloh bin ‘Amr, ”Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita ketika berbaiat.” (HR. Ahmad dishohihkan oleh Syaikh Salim dalam Al Manahi As Syari’ah)

Dari Umaimah bintu Ruqoiqoh dia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Malik dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilaliy)

Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Ciri Keenam: Tanpa Arah yang Jelas

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ

Seseorang dianggap telah berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996)

Berarti kriteria pria idaman adalah ia bertanggungjawab terhadap istrinya dalam hal nafkah.

Sehingga seorang pria harus memiliki jalan hidup yang jelas dan tidak boleh ia hidup tanpa arah yang sampai menyia-nyiakan tanggungannya. Sejak dini atau pun sejak muda, ia sudah memikirkan bagaimana kelak ia bisa menafkahi istri dan anak-anaknya. Di antara bentuk persiapannya adalah dengan belajar yang giat sehingga kelak bisa dapat kerja yang mapan atau bisa berwirausaha mandiri.

Begitu pula hendaknya ia tidak melupakan istrinya untuk diajari agama. Karena untuk urusan dunia mesti kita urus, apalagi yang sangkut pautnya dengan agama yang merupakan kebutuhan ketika menjalani hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sejak dini pun, seorang pria sudah mulai membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup untuk dapat mendidik istri dan keluarganya.

Sehingga dari sini, seorang pria yang kurang memperhatikan agama dan urusan menafkahi istrinya patut dijauhi karena ia sebenarnya bukan pria idaman yang baik.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa sebagai petunjuk bagi para wanita muslimah yang ingin memilih laki-laki yang pas untuk dirinya. Dan juga bisa menjadi koreksi untuk pria agar selalu introspeksi diri. Nasehat ini pun bisa bermanfaat bagi setiap orang yang sudah berkeluarga agar menjauhi sifat-sifat keliru di atas. Semoga Allah memudahkannya.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

Di Manakah Tali Cinta-mu Bergantung?

Oleh Ustadz Abu Umar Al Maidani hafizhahullahu ta’ala

Cinta itu anugerah. Tak seorangpun menampiknya. Karena anugerah, maka cinta kerap datang secara tiba-tiba, bahkan seringkali tanpa si pemilik cinta menghendaki kehadirannya. Yah, betapa banyak di antara kita yang ‘menyesal’ karena lebih menyukai gudeg ketimbang burger.  Tapi kecintaan pada makanan itu datang begitu saja.

Persoalannya, meski cinta datang tak terduga-duga, ia selalu punya alasan kenapa hadir dalam kehidupan nyata. Cinta selalu datang dari pipa saluran yang berbeda-beda, meski sumbernya adalah sama. Berbeda pipa, karena berbeda alasan. Masing-masing alasan menentukan kwalitas cinta. Bingung? Mari deh, kita simak penuturannya berikut ini.

Cinta, Selalu Punya Alasan

Kita boleh saja menukas, bahwa cinta itu menyerbu hati kita, tanpa kita pernah memintanya.  Selain blind (buta), cinta juga blue (tak terduga-duga). Tapi kenyataannya, cinta selalu punya alasan ketika ia hadir di hati kita.

Okey, sebagai contoh, kita kembali ke soal makanan. Masyarakat Indonesia, meski kaya dengan beragam makanan, tapi miskin keragamam makanan pokok. Selain beberapa wilayah di tanah air yang memilih sagu atau jagung sebagai makanan pokok, umumnya masyarakat Indonesia hanya mengenal satu jenis makanan pokok: nasi.

Orang Cina sangat akrab dengan tiga jenis makanan pokoknya: Mie, Bakpao dan nasi. Yang manapun yang mereka santap, mereka tetap merasa bisa kenyang dengan nyaman.

Masyarakat Arab akrab dengan roti gandum, nasi dan makaroni sebagai makanan pokok.

Masyarakat Barat dan Eropa nyaman menyantap roti dan nasi sebagai makanan pokok.

Sebagian masyarakat Amerika Latin setidaknya akrab dengan dua jenis makanan pokok: Talas dan kacang merah.

Lalu, bisakah sebagai orang Indonesia kita mengatakan, “Kami dilahirkan, sudah sebagai penikmat satu jenis makan pokok saja. Cinta kami, hanya untuk nasi sebagai makanan pokok. No way untuk roti apalagi kacang-kacangan?”

Sebagai de facto, mungkin bisa. Secara de jure itu tak masuk akal.

Cinta kita kepada nasi sebagai makanan pokok tunggal, bukanlah semata-mata suratan. Tapi karena kita juga sengaja berprilaku ngotot, untuk sekali nasi tetap nasi. Untuk tak mau membiasakan diri menyantap jenis lain dari makanan pokok pengganti. Padahal, suka ada karena biasa. Witing trisna jalaran saka kulina. Nasi punya alasan kenapa ia menjadi primadona di lidah kita: karena kita yang mengundangnya secara sendirian dalam kehidupan makan kita.

Jadi, salah satu alasan cinta itu hadir: karena kita mengundang dan membiasakannya.

Orang yang cita-citanya tertuju pada dunia saja, urusannya akan Allah cerai beraikan,  kemiskinan senantiasa terbayang di pelupuk matanya, sementara dunia yang mendatanginya hanya sebatas yang telah Allah tetapkan baginya saja. Dan Siapa saja yang cita-citanya tertuju pada akhirat, pasti Allah beri keteguhan pada kesatuan jiwanya, kekayaan selalu melekat dalam hatinya, sementara dunia justru mendatanginya secara pasrah.[1]”

Alasan-alasan Cinta

Cinta tentu punya banyak alasan untuk hadir di hati kita. Bila kita mau merenunginya, sungguh banyak keajaiban di sana.

Sebagian orang beralasan, bahwa ia mencinta calon isterinya dahulu, karena keindahan matanya. Siapa yang menyuruh dirinya untuk begitu peduli mencermati calon mempelainya sebegitu rupa?

Tentu ada latar belakang, kenapa ia begitu memuliakan mata. Sehingga cinta itupun ia betot untuk hadir, hanya karena keindahan sepasang mata.

Yah, bisa jadi ia membiasakan dirinya untuk meneliti berbagai jenis mata manusia. Yang hitam pekat bulatan tengahnya, yang bercampur biru warnanya, yang sering dibilang sebagai mata kucing, yang sipit, yang belo, yang sayu……yang ini dan yang itu. Mata, ternyata begitu banyak jenisnya.

Soal binatang kesayangan dia juga kerap menilai dari keindahan matanya. Itu sah-sah saja. Tapi selera itu tak muncul tiba-tiba.

Eh, ada seorang teman saya, yang menikahi calon isterinya dahulu, setelah mendengarkan kemerduan suaranya melantunkan ayat-ayat Allah…..

Selidik punya selidik, ternyata ia memang gemar membaca Al-Quran, sangat memerhatikan tajwid, tahsin dan makraj huruuf dalam bacaan Al-Quran. Maka seorang wanita shalihah, semakin bertambah nilainya hingga berkali-kali lipat, bila ketahuan bersuara indah dalam melantunkan ayat-ayat Allah.

Ehm, ada juga seorang teman yang menikahi wanita, setelah tahu sang calon isteri memiliki kemampuan bela diri yang memikat. Ternyata, ia sangat mengagumi tokoh Ummu Khalat dalam sejarah para Sahabat Nabi n. Seorang wanita bercadar, yang pernah ikut dalam peperangan sedemikian gagahnya. Nabi dan para Sahabat mengira ia seorang ksatria muslim yang tidak dikenal. Ternyata, ia adalah ‘pendekar’ muslimah bernama Ummu Khalat!

Alasan, atau dalam bahasa fiqihnya ‘illat, menjadi pencetus munculnya kesimpulan hukum. Cinta itu adalah hukum. Dan setiap hukum muncul bersama ‘illatnya. Apakah illat cintamu?

Ini, yang harus kita renungi baik-baik.

Alasan cinta atau ‘illat cinta, muncul dari pipa yang berbeda-beda. Ada pipa keyakinan atau ideologi. Ada pipa pergaulan atau sosial. Ada pipa wawasan dan ilmu pengetahuan atau science dan tsaqaafah. Ada juga pipa budaya,  suku, keluarga, hobi, dan seterusnya.

Dari pipa manapun alasan cinta itu bermula, carilah kemenangan dengan agama sebagai basis powernya. Itulah salah satu yang dapat kita mengerti dari sabda Nabi n,

فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Menanglah dengan memilih agamanya, maka “taribat yadaaka” (dirimu akan selamat dari cela).” [2]

Agama, dijadikan sebagai starting powernya. Dari wilayah itu sebagai basis kekuatan memilih, seseorang bisa meragamkannya sesuai dengan berbagai latar belakang yang dia miliki.

Ia bisa memilihnya melalui pipa hobi, kecendrungan, ilmu pengetahuan, atau apa saja. Selama itu tidak berlawanan dengan konsep agama, dan selama ia berjalan bersinergi dengan nilai-nilai agama dan keyakinan yang lurus, ia bisa menjadi alasan kehadiran cinta.

gantungan tali Cinta

ketika cinta itu datang dengan segala alasannya; dengan satu, dua, tiga atau sekian alasan berbeda-beda sekaligus, tentu ia hadir bukan menggantung di awang-awang.

Cinta mengalir dari endapan pandangan mata, pendengaran telinga, penciuman hidung, dan campuran berbagai nuansa rasa yang menumpuk di hati, lalu membentuk cita rasa baru yang unik dan mengejutkan. Itulah cinta,

Saat ia muncul, ia bergantung pada sesuatu yang menjadi kekuatan wujudnya. Kalau cinta itu muncul akibat kesamaan visi dan misi kehidupan, maka cinta itu akan luntur saat visi dan misi dua orang yang saling mencintai itu kemudian bertabrakan atau bersimpangjalan.

Kalau  cinta itu muncul karena dorongan ambisi-ambisi duniawi tertentu, maka berkurangnya kwalitas dan kwantitas dunia yang direngkuh, akan membuat cinta itu kian lama kian kehilangan maknanya.

Namun, bila cinta itu bergantung pada perjalanan mengejar cinta Yang Maha Kuasa, Allah, Ar-Rahmaan Ar-Rahiem, maka cinta itu akan abadi, selama iman masih di kandung badan.

Abu Hurairah t meriwayatkan dari Rasulullah r,

“Ada se-orang laki-laki mengunjungi saudaranya di suatu kampung lain. Allah kemudian mengutus satu malaikat untuk mengawasi Madrajatahu[3]. Ketika sampai kepadanya, malaikat berkata,

“Anda mau ke mana?”

“Saya ingin mengunjungi saudaraku.” Jawabnya.

“Apakah ada sebab mendorong Anda untuk menziarahinya?”[4] Tanya malaikat itu lagi.

“ Tidak ada, selain aku mencintainya karena Allah.” Jawab orang itu pula.

Malaikat itu berkata, “Sesungguhnya saya adalah utusan Allah untuk Anda. Bahwa Allah I telah mencintai Anda sebagaimana Anda mencintai dia karena-Nya.”[5]

أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ: أَنْ تُحِبَّ فِيْ اللهِ، وَتُبْغِضَ فِيْ اللهِ

“Pokok-pokok iman yang paling kuat adalah Anda mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”[6]

Maka, selidikilah terus menerus, di mana tali cinta kita bergantung. Betapa banyak orang yang kita cintai di dunia ini. Begitu berlimpah hal-hal dan sesuatu yang kita cinta di muka bumi ini. Di manakan tali cinta-cinta itu bergantung?

Apakah pada janji kehidupan dunia yang fana ini?

Apakah pada petuah dan nasihat manusia saja?

Apakah pada ambisi dan hasrat dunia semata?

Apakah pada fanatisme kekeluargaan, kesukuan dan kebangsaan saja?

Bila memang demikian, binasalah segala cinta yang ada. Karena segala sesuatu, selain Allah, pasti akan mengalami kebinasaan. Cepat atau lambat.

Di manakan tali cinta kita bergantung……………………………..????


[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah nomor 949.[2] Arti “Taribat Yadaak”, adalah bersentuhan dengan bumi. Itu merupakan bahasan kiasan yang artinya: membutuhkan. Ungkapan itu berwujud berita, tetapi artinya sebagai perintah. Lihat Fathul Bari IX : 38 – 39[3] Jalannya

[4] “Tarubbuha” bermakna “berupaya memperbaikinya” dan “bangkit karenanya”

[5] HR. Muslim, No. 38, 4/1988

[6] HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, No. 11537; Ibnu Syaibah dalam Al-Iman, hlm. 110, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, No. 1728

Penulis: Abu Umar Basyir

Artikel: www.salafiyunpad.wordpress.com

Hadiah Perkawinan Untuk Sahabatku

Hadiah Perkawinan Untuk Sahabatku

oleh : al-Ustadz Abu Abdirrahman bin Thayib, Lc.

Kepada Seseorang Yang Memimpikan …. ….

Kepada Seseorang Yang Merindukan …. ….

Inilah Untaian Kata-Kata Indah …. ….

Sebagai Hadiah Saudaraku Yang Kan Menikah

Nikah, sebuah kata indah nan mempesona. Dialah harapan setiap insan manusia terutama kawula muda. Dengan menikah hidupkan semakin indah dan berharga, dan terjalin cinta kasih diatas ikatan suci. Alangkah indahnya pernikahan, alangkah bahagianya mereka yang menikah, hingga pena ini rasanya tak sanggup untuk mengungkapkan dan mengukir keindahan itu diatas kertas. Tidak ada yang lebih bisa menggambarkan keindahan pernikahan ini selain Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa

yang telah berfirman :

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar-Ruum : 21).

Nikah bukan hanya sekedar mewujudkan fitroh manusia yang selalu mendambakan pendamping dalam hidup ini, tapi lebih dari itu nikah adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (QS.An-Nisaa’ : 3)

dan dalam firman-Nya :

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.An-Nuur : 32).

Nikah juga merupakan perwujudan dari sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam :

يَا مَعشَرَ الشَبَابِ مَن استَطاعَ مِنكُم البَاءَة فَليَتَزَوَّج فَإِنَّه أَغَضُّ لَلبَصَرِ وأَحصَنُ لِلفَرجِ وَمَن لَم يَستَطِع فَعَلَيهِ بِالصَومِ فَإِنَّه لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mampu untuk menikah maka menikahlah, karena dengan menikah (engkau) lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya” (HR.Bukhori dan Muslim).

Menikah dapat bernilai ibadah jika diniatkan ikhlas karena Allah dan untuk menjaga diri dari fitnah syahwat, khususnya dizaman sekarang ini, dimana pornografi dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang memenuhi setiap sudut jalanan, menggoda dan membangkitkan nafsu syahwat anak adam. Terkadang ada sebagian yang sudah berjilbab (memakai kerudung) tapi masih memakai pakaian dan celana jeans yang ketat yang menggoda para pemuda, maka takutlah wahai kaum muslimah dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

صِنفَانِ مِن أَهلِ النَارِ لَم أَرَهُمَا , قَومٌ مَعَهُم سِيَاطٌ كَأَذنَابِ البَقَر يَضرِبُون بِهَا النَاسَ , وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ , مُمِيلاتُ مائِلاتُ , رُؤُوسُهُنَّ كَأَسنِمَةِ البُختِ المَائِلَة , لا يَدخُلنَ الجَنّة , وَلا يَجِدنَ رِيحَها , وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِن مَسِيرَةِ كَذَا و َكَذَا

“Dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihat keduanya, 1. Sekelompok orang yang memegang cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya 2. Perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, berjalan berlenggak lenggok menjerumuskan (manusia kejurang kenistaan-pent), rambutnya seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga tercium pada jarak demikian dan demikian” (HR.Muslim).

Imam Nawawi rahimahullahu menjelaskan arti ‘berpakaian tapi telanjang’ dengan ucapan beliau : (Mereka menutup sebagian badannya dan membuka sebagian yang lainnya dalam rangka memamerkan (keindahan) tubuhnya. Bisa juga maknanya adalah dia memakai pakaian yang tipis dan menerawang hingga terlihat warna kulit tubuhnya) (Syarah Shohih Muslim 14/336).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :

َاتَّقُوا الدُنيَا واتَّقُوا النِسَاءَ فَإِنَّ فِتنَةَ بَنِي إِسرَائيل كانت في النساء

“Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah kalian terhadap wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa Bani israil adalah wanita“ (HR.Muslim)

Dan bagi mereka yang ingin menikah, hendaknya memilih calon istri yang sholehah, yang mengerti ilmu agama dan taat menjalankan ibadah, agar dia dapat hidup berbahagia didunia dan diakherat bersamanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

تُنكَحُ المَرأَةُ لأَربَعٍ لِمَالِهَا وَحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَدِينِهَا فَاظفَر بِذَات الدِينِ تَرِبَت يَدَاكَ

“Perempuan itu dinikahi karena 4 hal : karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka carilah yang agamanya baik maka engkau akan beruntung “ (HR.Bukhori dan Muslim).

Beliau juga bersabda :

الدُنيَا كُلُّهَا مَتَاعٌ وَخَيرُ مَتَاعِ الدُنيَا المَرأَةُ الصَالِحَةُ

“Dunia ini semuanya adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita sholehah“ (HR.Muslim).

Terlebih lagi istri adalah pendidik anak-anak kita, kalau dia baik agamanya maka –insya Allah- akan baik generasi islam ini, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair :

الأُمُّ مَدرَسَة إِذَا أَعدَدتَهَا أَعدَدتَ شَعبًا طَيبَ الأَعرَاق

Ibu adalah sekolah, jika engkau menyiapkannya
Berarti engkau telah menyiapkan generasi yang baik dan tangguh

Dan islam memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menikahi seorang perempuan untuk melihatnya terlebih dahulu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Apabila seseorang sudah ada keinginan untuk melamar seorang perempuan maka dibolehkan baginya untuk melihatnya“ (Ash-Shohihah 98).

Tapi islam melarang kaum muslimin dari jalan-jalan syaitan dan dari jembatan menuju perzinaan yang diistilahkan dengan pacaran sebelum pernikahan. Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Isro’ : 32).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ (HSR.Tirmidzi).

Kemudian bagi mereka yang telah mengikrarkan akad nikah untuk membangun sebuah rumah tangga, hendaknya mengokohkan bangunan rumah tangganya tersebut dengan hal-hal berikut ini :

1- Iman dan taqwa kepada Allah ta’ala

Allahlah dzat yang mengikatkan tali cinta kasih antara dua sejoli. Allah ta’ala berfirman :

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Al-Anfal : 62).

Hati terkadang cinta dan terkadang benci, karena memang hati manusia ada diantara dua jemari Allah ta’ala, Dialah yang membolak-balik kan hati ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

إِنَّّ قُلُوبَ بَنِي آدَم كُلُّهَا بَينَ أُصبُعَينِ مِن أَصَابِعِ الرَحمَنِ كَقَلبٍ وَاحِدٍ يَصرِفُهُ حَيثُ شَاءَ

“Sesungguhnya hati anak Adam semuanya ada diantara dua jemari dari jemari-jemari Allah seperti satu hati, Dialah yang mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya” (HR.Muslim)

Oleh karena itu, hendaknya suami-istri mempererat hubungannya dengan Allah ta’ala dengan memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada-Nya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Terlebih lagi, bahtera rumah tangga tidak semulus yang dikira, badai dan gelombang, duri dan kerikil-kerikil tajam kan selalu menghadang. Selama manusia hidup didunia ini tak ada yang kekal abadi, semuanya kan silih berganti bak malam dan siang hari. Kebahagiaan dan kesengsaran, kesenangan dan kesedihan, suka dan duka, menangis dan tertawa bak dua sejoli yang tak kan terpisah selama manusia hidup di dunia ini. Allah ta’ala berfirman :

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ

” Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia“ (QS.Ali Imron :140).

Seorang penyair berkata :

لِكُلِّ شَىءٍ إذَا مَاتَمَّ نُقصَانُ فَلا يُغَرَّ بِطِيبِ العَيشِ إِنسَانُ
هِيَ الأُمُورُ كَمَا شَاهَدَتهَا دُوَلٌ مَن سَرَّهُ زَمَنٌ سَاءَتهُ أَزمَانُ
وَهَذِهِ الدَارُ لا تَبقَى عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَدُومُ عَلَى حَالٍ لَها شَانُ

Segala sesuatu apabila telah sampai kepada puncaknya dia akan turun
Oleh karena itu, janganlah manusia ini tertipu dengan keindahan dunia
Hal ini sebagaimana yang telah disaksikan oleh setiap bangsa
Barangsiapa yang hari ini senang, hari-hari berikutnya dia akan susah
Dunia ini tidak pernah kekal abadi bagi semua orang
Dan tidak akan tetap manusia ini pada satu keadaan

Maka dari itu, bagaimanapun tingginya martabat seseorang pasti dia membutuhkan pertolongan Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Mulia untuk menghilangkan musibah atau duka yang dialaminya. Dialah (Allah) satu-satunya yang dapat mendatangkan manfaat dan madhorot, yang dapat mengabulkan permohonan hamba-Nya jika dia memohon kepada-Nya, dan yang dapat menghilangkan kesulitan dan kesempitan hidup hamba-hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman :

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” (QS.An-Naml : 62).

Tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghilangkan kesusahan atau madhorot yang menimpa manusia, baik dia itu seorang wali, sunan, tuan guru maupun seorang Nabi atau malaikat. Allah ta’ala berfirman :

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS.Al-A’roof : 188)

Maka bertaqwalah -wahai manusia- kepada Allah pasti Dia akan selalu menolongmu. Allah ta’ala berfirman :

ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS.Ath-Tholaq : 2-3)

Diantara bentuk ketakwaan suami istri dalam mempererat serta mengokohkan rumah tangga adalah dengan saling nasehat menasehati untuk menjalankan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam. Lihat dan renungkanlah betapa indah dan harmonisnya rumah tangga yang dibangun diatas Al-Qur’an dan sunnah serta metode para sahabat –rodhiyallahu anhum- yang telah digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dalam haditsnya : “Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia juga membangunkan istrinya hingga shalat. Jika istrinya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya. Dan Allah merahmati seorang istri yang bangun dimalam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia membangunkan suaminya hingga shalat. Jika suaminya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya“ (HR.Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah dan derajatnya hasan shohih).

Sesungguhnya ikatan dan hubungan suami istri bukan hanya hubungan nafsu syahwat yang berakhir didunia ini. Tapi lebih dari itu, hubungan suami istri adalah hubungan ruh yang masih akan berlanjut sampai disurga kelak (jika memang keduanya beriman dan bertakwa kepada Allah). Allah ta’ala berfirman :

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

“(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya” (QS.Ar-Ro’du : 23)

2- Muamalah yang baik antara suami istri

Sesungguhnya diantara hal-hal yang bisa menjaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga adalah muamalah yang baik antara suami istri. Dan hal tersebut tidak bisa terwujud melainkan dengan keduanya mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Dan yang perlu diketahui oleh suami dan istri bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, setiap mereka punya kelebihan dan kekurangan. Adapun mencari pasangan yang sempurna maka ini hanya khayalan yang mustahil untuk digapai dan didapatkan.

A- Tugas suami dalam menjaga keutuhan rumah tangga

Seorang suami yang memiliki akal pikiran cemerlang dan baik akan selalu menerima kekurangan istrinya dengan lapang dada. Suami adalah pemimpin rumah tangga, dia hendaknya memiliki kesabaran yang lebih dibandingkan seorang istri. Dan hendaknya seorang suami mengetahui bahwa wanita itu lemah akal dan agamanya. Jika seorang istri selalu diminta untuk sempurna dalam segala hal, tidaklah mungkin dia bisa memenuhinya.

Berlebihan dalam mendidik dan meminta kepada istri akan mengakibatkan kerentakan dalam rumah tangga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Nasehatilah kaum wanita (para istri) dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan sebengkok-bengkoknya tulang rusuk adalah yang diatas. Jika engkau ingin meluruskannya maka bisa jadi engkau akan mematahkannya dan jika engkau biarkan mereka, mereka akan senantiasa dalam keadaan bengkok. Nasehatilah kaum wanita dengan baik“ (HR.Bukhori dan Muslim) Kebengkokan (banyaknya kelemahan dan kekurangan) seorang istri termasuk tabiat mereka, maka mereka harus diperlakukan dengan penuh kesabaran.

Seorang suami tidak selayaknya untuk terus mengungkit-ungkit perasaan kesal dan sedih dalam rumah tangganya (istrinya). Tapi hendaknya dia memalingkan wajahnya dari aib-aib yang ada dalam diri istrinya dan mengingat kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

لاَ يَفرَك مُؤمِنٌ مُؤمِنَةً إِن كَرِه مِنهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci mukminah (istri). Jika dia membenci sebagian perangainya hendaklah dia ridho (ingat) kebaikan-kebaikannya yang lain” (HR.Muslim)

Hendaknya seorang suami menasehati sang istri dengan penuh kelemah lembutan, dan tidak diperbolehkan untuk membiarkan istri dengan kelemahannya tersebut masuk kejurang kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS.An-Nisa’ : 19)

Bagaimana mungkin akan terwujud keluarga sakinah (tentram), mawaddah (kasih) dan rohmah (sayang) ? jika kepala rumah tangga berperangai kasar dan keras serta selalu sempit hati dan pandangannya, selalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, mudah marah dan sulit memaafkan, jika masuk rumah selalu berlagak sombong dan jika keluar rumah selalu berburuk sangka kepada istrinya.

Kebahagiaan dan muamalah yang baik tidak bisa diwujudkan melainkan dengan sikap lemah lembut dan jauh dari prasangka-prasangka buruk yang tidak ada buktinya. Kecemburuan terkadang membawa seorang suami kepada buruk sangka dan mencari-cari kesalahan, sehingga bisa merusak kehidupan rumah tangganya. Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ

“Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka” (QS.Ath-Tholaq : 6).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :

خَيرُكم خَيرُكم لأَهلِهِ وأَنَا خَيرُكم لأَهلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya) dan aku adalah sebaik-baik kalian bagi keluargaku”(HSR.Tirmidzi dan Ibnu Majah)

B- Tugas seorang istri dalam menjaga keutuhan rumah tangga

Seorang istri (sholehah) hendaklah mengetahui bahwa kebahagiaan, mawaddah dan rohmah tidak akan bisa digapai (dalam rumah tangga) melainkan ketika dirinya menjaga kesucian diri dan agamanya, dia mengetahui hak dan kewajibannya serta tidak melampaui batasannya, dan dia selalu mentaati suaminya yang merupakan pemimpin, pemberi nafkah dan pelindung dalam rumah tangganya. Taat kepada suami (dalam hal yang tidak menyelisihi syariat) adalah kewajiban bagi seorang istri, demikian juga dengan menjaga amanah dan harta sang suami.

Seorang istri yang sholehah adalah yang menekuni pekerjaan rumahnya, menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Dia mensyukuri segala kebaikan suaminya dan tidak mengingkarinya, karena nabi telah bersabda : “Aku diperlihatkan neraka, dan aku lihat kebanyakan penghuninya adalah wanita, (karena) mereka banyak kufur (mengingkari)”. Lalu beliau ditanya : “apakah mereka kufur kepada Allah?” Nabi menjawab : “tidak, tapi mereka mengingkari (kebaikan) suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepadanya seumur hidupmu kemudian dia melihat sedikit saja dari kesalahanmu maka dia akan berkata : “Aku tidak pernah sedikitpun melihat kebaikanmu“ (HR.Bukhori)

Maka haruslah ada saling pengertian dan saling memaafkan, dan tidak boleh bagi seorang istri untuk menyakiti hati suaminya dikala ada dihadapannya dan tidak boleh mengkhianatinya dikala dia sedang berpergian. Dengan inilah akan tercipta saling merindukan dan meridhoi, serta terwujud rumah tangga sakinah mawaddah dan rohmah. Dari sinilah akan muncul generasi muslim yang istiqomah dijalan Allah yang tidak pernah mendengar persengketaan antara orang tua atau keretakan dalam keluarga.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-Furqon : 74).

Seorang penyair mengatakan :

لَيسَ الفَتَاةُ بِمَالِهَا وَجَمَالِهَ ا كَلا وَلا بِمفَاخر الآبَاء
لكِنَّهَا بِعَفَافِها وَبِطهرِها وَصَلاحِها للزَوجِ والأَبنَاء
وَقِيَامِها بِشُؤُونِ مَنزِلِها وَاَن تَرعَاك في السَرَّاءِ والضَرَّاء

Perempuan itu bukanlah dilihat dari harta dan kecantikannya
Sekali-kali bukan itu, begitu juga tidak dilihat dari silsilah nenek moyangnya
Tapi perempuan itu dilihat dari kesucian dan agamanya
Dan (dilihat) dari kebaikannya kepada suami dan anak-anaknya
Serta (dilihat) dari ketekunanya dalam menjalankan tugas rumahnya
Dan dia selalu menemanimu dikala suka dan duka

INILAH KADO DAN HADIAH UNTUK PERNIKAHANMU… WAHAI SOBATKU
SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU…

Barangsiapa yang telah menikah berarti dia telah menjalankan separoh agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah untuk mencapai separohnya lagi

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيكَ وَجَمَعَ بَينَكُما في خَيرٍ

sumber; http://abumuadz.wordpress.com/
http://www.abusalma.wordpress.com