PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Syarat-syarat Shalat
Penulis: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
Syariah, Seputar Hukum Islam, 01 – Oktober – 2007, 09:19:27

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum shalat ditunaikan. Berikut adalah penjelasannya.

Sebagai salah satu bentuk ibadah, shalat memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Pengertian syarat sendiri menurut ulama ilmu ushul adalah perkara yang keberadaan suatu hukum tergantung dengannya. Dalam arti, bila ia tidak ada maka pasti tidak ada hukum. Namun adanya perkara tersebut tidak mengharuskan adanya hukum. Contohnya, adanya wudhu sebagai suatu syarat dalam ibadah shalat tidak mengharuskan adanya shalat. Karena bisa jadi orang berwudhu bukan untuk shalat tapi untuk menjaga agar ia selalu di atas thaharah atau ia wudhu karena hendak tidur. Sebaliknya bila tidak ada wudhu (ataupun penggantinya) maka tidak sah shalatnya. Contoh lain, adanya dua saksi merupakan syarat sahnya suatu akad nikah. Namun adanya dua saksi tidak mengharuskan adanya akad nikah, sebaliknya bila tidak ada dua saksi tidak sah suatu pernikahan. (Asy-Syarhul Mumti’, 1/396, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/86)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Setelah kita fahami makna syarat, maka kita masuk pada pembahasan syarat-syarat shalat1.
1. Sudah masuk waktu shalat
2. Suci dari hadats
3. Suci pakaian, badan, dan tempat shalat dari najis
4. Menutup aurat
5. Menghadap kiblat
6. Niat

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

1. Telah Masuk Waktu

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا
“Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditetapkan waktunya bagi kaum mukminin.” (An-Nisa`: 103)
Dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak sekali kita dapatkan dalil tentang permasalahan ini. Kaum muslimin pun sepakat akan tidak sahnya shalat yang dikerjakan sebelum masuk waktunya. Bila seseorang shalat sebelum waktunya dengan sengaja maka shalatnya batil dan ia tidak selamat dari dosa. Namun bila tidak sengaja, dalam arti ia mengira telah masuk waktu shalat padahal belum, maka ia tidak berdosa. Shalatnya tersebut teranggap shalat nafilah (shalat sunnah) dan ia wajib mengulangi shalatnya setelah masuk waktunya. (Asy-Syarhul Mumti’ 1/398)

Perincian tentang waktu shalat akan kami bawakan dalam pembahasan tersendiri, insya Allah.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

2. Suci dari Hadats

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوْسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak menegakkan shalat, basuhlah wajah kalian dan lengan kalian sampai siku, lalu usaplah kepala kalian dan cucilah kaki kalian sampai mata kaki. Dan jika kalian junub, bersucilah….” (Al-Ma`idah: 6)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dalam ayat di atas ada perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang ingin shalat sementara mereka belum bersuci agar membasuh wajah dan tangan mereka sampai siku dengan menggunakan air, dan seterusnya dari amalan wudhu. (Jami’ul Bayan fit Ta`wil Ayil Qur`an, 4/50)
Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan bahwa dalam ayat yang agung ini terkandung banyak hukum. Di antaranya:

– Disyaratkannya thaharah untuk sahnya shalat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berthaharah ketika hendak menunaikan shalat. Sementara, hukum asal suatu perintah adalah wajib.

– Thaharah tidak wajib dilakukan ketika telah masuk waktu shalat, namun thaharah hanya diwajibkan ketika seseorang ingin mengerjakan shalat.

– Seluruh amalan yang dinamakan shalat, baik shalat itu wajib atau nafilah, maupun shalat yang fardhu kifayah seperti shalat jenazah, disyaratkan thaharah sebelumnya. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 222)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Tidak diterima shalat seseorang yang berhadats hingga ia berwudhu.” (HR. Al-Bukhari no. 135 dan Muslim no. 536)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu memaknakan hadits di atas: “(Tidak diterima shalat seseorang yang berhadats) hingga ia bersuci dengan air atau tanah/debu. Dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menyebut wudhu karena asal mula bersuci itu dengan wudhu (bila tidak ada air baru menggantinya dengan yang lain, –pent.) dan itu yang lebih banyak dilakukan. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj, 3/99)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ …
“Tidak diterima shalat tanpa bersuci…” (HR. Muslim no. 534)

Hadits di atas merupakan nash yang menunjukkan wajibnya thaharah bila hendak mengerjakan shalat sementara ia dalam keadaan berhadats. Dan ulama sepakat bahwa thaharah ini merupakan syarat sahnya shalat. (Tharhut Tatsrib 2/400, 409, Al-Minhaj 3/98)

Hadats yang dimaksudkan dalam pembahasan di sini mencakup hadats besar seperti janabah dan hadats kecil seperti buang air besar, kencing, buang angin, dan sebagainya.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

3. Suci Pakaian, Badan dan Tempat Shalat dari Najis

Dalil tentang sucinya pakaian didapatkan dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan pakaianmu sucikanlah.” (Al-Mudatstsir: 4)

Sebagian ahlul ilmi menafsirkan ayat ini dengan: “Sucikanlah pakaianmu dari najis untuk mengerjakan shalat.” Adapun yang lainnya menafsirkan dengan selain makna ini. (Ma’alimut Tanzil 4/383, Adhwa`ul Bayan 8/619)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dari As-Sunnah didapatkan banyak dalil, seperti hadits Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Rasulullah, apa pendapatmu bila pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus diperbuatnya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi bimbingan:
إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمَ مِنَ الْحَيْضَةِ فَلْتُقْرِصْهُ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيْهِ
“Apabila pakaian salah seorang dari kalian terkena darah haid, hendaklah ia mengeriknya kemudian membasuhnya dengan air. Setelah itu, ia boleh mengenakannya untuk shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 307 dan Muslim no. 673)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu, dalam hadits ini terdapat isyarat dilarangnya shalat bila mengenakan pakaian yang terkena najis. (Fathul Bari, 1/532)
Demikian pula hadits tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sandalnya ketika shalat, sebagaimana diberitakan Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:
بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ، فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ. فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ. فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ قَالَ: مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَائِكُمْ نِعَالَكُمْ؟ قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيْهِمَا قَذَرًا – أَوْ قَالَ: أَذًى -. وَقَالَ: إِذَا جاَءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat bersama shahabat-shahabat beliau, tiba-tiba beliau melepas kedua sandalnya2 lalu meletakkannya di sebelah kiri beliau. Ketika melihat hal tersebut, mereka (para shahabat) pun melepaskan sandal mereka. Selesai dari shalat, Rasulullah bertanya, “Ada apa kalian melepaskan sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab, “Kami melihatmu melepas sandalmu maka kami pun melepaskan sandal-sandal kami.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Tadi Jibril mendatangiku dan mengabarkan bahwa pada kedua sandalku ada kotoran/najis, maka akupun melepaskan keduanya.” Beliau juga mengatakan, “Apabila salah seorang dari kalian datang ke masjid, sebelum masuk masjid hendaklah ia melihat kedua sandalnya. Bila ia lihat ada kotoran atau najis maka hendaklah membersihkannya. Setelah bersih, ia boleh shalat dengan mengenakan kedua sandalnya.” (HR. Abu Dawud no. 650 dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, Irwa`ul Ghalil no. 284 dan Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1/110)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Mengenai kesucian badan maka tentunya lebih utama daripada sucinya pakaian yang dikenakan. Di samping ada pula hadits yang menunjukkan wajibnya membersihkan najis yang ada pada badan seperti hadits Anas radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ، فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ
“Bersucilah kalian dari kencing karena kebanyakan adzab kubur disebabkan kencing.” (HR. Ad-DaraQathani dalam Sunan-nya hal. 7, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 280)3

Demikian pula hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً فَكُنْتُ أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ اْلأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهَ ويَتَوَضَّأُ
“Aku seorang lelaki yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu menanyakannya langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan keberadaan putri beliau (sebagai istriku). Maka aku menyuruh Al-Miqdad ibnul Aswad untuk menanyakannya. Ia pun bertanya kepada beliau, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan, ‘Hendaklah ia mencuci kemaluannya kemudian berwudhu4’.” (HR. Al-Bukhari no. 132 dan Muslim no. 693)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Adapun dalil tentang kesucian tempat shalat adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
“Bersihkanlah rumah-Ku (Baitullah) (wahai Ibrahim dan Ismail) untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud.” (Al-Baqarah: 125)

Demikian pula adanya perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyiram kencing A’rabi (Arab gunung/Badui) sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَامَ إِلَى نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَبَالَ فِيْهَا، فَصَاحَ بِهِ النَّاسُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ. فَلَمَّا فَرَغَ أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوْبٍ فَصُبَّ عَلَى بَوْلِهِ
Ada seorang A’rabi bangkit menuju ke pojok masjid lalu kencing di tempat tersebut. Melihat hal itu, orang-orang berteriak menghardiknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegur, “Biarkan ia menyelesaikan kencingnya.” Seselesainya si A’rabi kencing, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar mengambil air satu ember penuh, lalu dituangkan di atas kencingnya.” (HR. Al-Bukhari no. 221 dan Muslim no. 658)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Bila seseorang melihat pada tubuh, pakaian atau tempat shalatnya ada najis setelah selesai shalatnya, apakah ia harus mengulangi shalatnya?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Namun yang rajih, wallahu a’lam, orang itu tidak wajib mengulangi shalatnya, baik keberadaan najis tersebut telah diketahuinya sebelum shalat tapi ia lupa, atau lupa mencucinya, ataupun ia tidak tahu bila najis itu terkena dirinya, atau ia tidak tahu kalau itu najis, atau ia tidak tahu hukumnya, atau ia tidak tahu apakah najis itu mengenainya sebelum shalat ataukah sesudah shalat. Pendapat ini yang dipilih oleh Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah, Al-Majdu, Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, dan selain mereka rahimahumullah. Dalilnya adalah kaidah umum yang agung yang Allah Subhanahu wa Ta’ala letakkan bagi hamba-hamba-Nya, yaitu firman-Nya:
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau keliru….” (Al-Baqarah: 286)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dan juga hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melepas sandal beliau dalam shalatnya setelah Jibril ‘alaihissalam mengabarkan bahwa pada sandalnya ada kotoran/najis. Beliau tidaklah membatalkan shalatnya, namun melanjutkannya setelah melepas kedua sandalnya. (Al-Mughni, kitab Ash-Shalah fashl Man Shalla Tsumma Ra`a ‘Alaihi Najasah fi Badanihi au Tsiyabihi, Asy-Syarhul Mumti’ 1/485, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/94, Taudhihul Ahkam 2/33)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

4. Menutup Aurat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak Adam kenakanlah zinah5 kalian setiap kali menuju masjid.” (Al-A’raf: 31)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata: “Mereka diperintah untuk mengenakan zinah ketika datang ke masjid guna melaksanakan shalat atau thawaf di Baitullah. Ayat ini dijadikan dalil untuk menunjukkan wajibnya menutup aurat di dalam shalat. Demikian pendapat yang dipegangi oleh jumhur ulama. Bahkan menutup aurat ini wajib dalam segala keadaan, sekalipun seseorang shalat sendirian sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih.” (Fathul Qadir, 2/200)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menyatakan, “(Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat di atas adalah) perintah untuk mengenakan zinah setiap kali ke masjid, yang dinamakan oleh para fuqaha: bab Sitrul ‘Aurah fish Shalah (bab Menutup aurat dalam shalat).” (Hijabul Mar`ah wa Libasuha fish Shalah hal. 14)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menerangkan sebab turunnya ayat di atas, “Dulunya di masa jahiliah, wanita biasa thawaf di Ka’bah dalam keadaan tanpa busana. Yang tertutupi hanyalah bagian kemaluannya. Ia thawaf seraya bersyair:
Pada hari ini tampak tubuhku sebagiannya atau pun seluruhnya
Maka apa yang nampak darinya tidaklah aku halalkan.
Lalu turunlah ayat di atas.” (HR. Muslim no. 7467)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu dalam tafsirnya terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas menyatakan, “Yang dimaksud dengan zinah adalah pakaian. Mujahid berkata, ‘(Zinah adalah) apa yang menutupi auratmu walaupun berupa ‘aba’ah.’ Al-Kalbi berkata, ‘Zinah adalah apa yang menutupi aurat setiap kali ke masjid untuk thawaf dan shalat’.” (Ma’alimut Tanzil, 2/157)

Dulunya orang-orang jahiliah thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang. Mereka melemparkan pakaian mereka dan membiarkannya tergeletak di atas tanah terinjak-injak oleh kaki orang-orang yang lalu lalang. Mereka tidak lagi mengambil pakaian tersebut untuk selamanya, hingga usang dan rusak. Demikian kebiasaan jahiliah ini berlangsung hingga datang Islam dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka untuk menutup aurat: “Wahai anak Adam, kenakanlah zinah kalian setiap kali menuju masjid.”

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ عُرْياَنٌ
“Tidak boleh orang yang telanjang thawaf di Ka’bah.” (HR. Al-Bukhari no. 369, 1622 dan Muslim no. 3274) [Lihat Al-Minhaj 18/357]

Hadits di atas selain dibawakan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya, kitab Al-Hajj bab Tidak boleh orang yang telanjang thawaf di Baitullah dan tidak boleh orang musyrik melaksanakan haji, dibawakan pula oleh beliau dalam kitab Ash-Shalah, bab Wajibnya shalat dengan mengenakan pakaian.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu dalam penjelasannya terhadap hadits di atas menyatakan: “Sisi pendalilan hadits ini dengan judul bab yang diberikan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu (bab Wajibnya shalat dengan mengenakan pakaian) adalah apabila dalam thawaf dilarang telanjang, maka larangan hal ini di dalam shalat lebih utama lagi. Karena apa yang disyaratkan di dalam shalat sama dengan apa yang disyaratkan di dalam thawaf, bahkan dalam shalat ada tambahan. Dan jumhur berpendapat menutup aurat termasuk syarat shalat.” (Fathul Bari, 1/604)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Faedah

Perlu diperhatikan di sini, menutup aurat di dalam shalat tidaklah cukup dengan berpakaian ala kadarnya yang penting menutup aurat, tidak peduli pakaian itu bau dan kotor misalnya. Namun perlu memerhatikan sisi keindahan dan kebersihan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya memerintahkan untuk mengenakan zinah (pakaian sebagai perhiasan) ketika shalat, sebagaimana dalam ayat di atas. Sehingga sepantasnya seorang hamba shalat dengan mengenakan pakaiannya yang paling bagus dan paling indah, karena dia akan ber-munajat dengan Rabb semesta alam dan berdiri di hadapan-Nya. (Al-Ikhtiyarat Ibnu Taimiyyah rahimahullahu hal. 43)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Bedanya Menutup Aurat di Dalam dan di Luar Shalat

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Mengenakan zinah di dalam shalat merupakan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga tidak boleh bagi seseorang untuk thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang walaupun bersendiri di waktu malam. Tidak boleh pula ia shalat dalam keadaan telanjang walaupun sendirian. Maka mengenakan zinah dalam shalat bukanlah untuk berhijab (menutup tubuh) dari manusia tapi menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, menutup aurat di luar shalat dibedakan dari menutup aurat di dalam shalat. Kita dapatkan seseorang yang shalat menutup bagian tubuhnya yang justru boleh tampak bila ia sedang tidak shalat (di luar shalat)6. Sebaliknya ia menampakkan dalam shalatnya apa yang justru harus ditutupnya di luar shalat7. (Hijabul Mar`ah wa Libasuha fish Shalah hal. 23)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Sebenarnya memang yang diperintahkan dalam shalat adalah berhias dan berpenampilan bagus karena hendak berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila seseorang merasa malu bertemu dengan seorang raja atau salah seorang pembesar di muka bumi ini dengan pakaian kotor, bau, kusut masai, atau terbuka separuh tubuhnya, lalu bagaimana ia tidak malu berdiri di hadapan Raja Diraja Penguasa alam semesta Subhanahu wa Ta’ala dengan pakaian yang tidak patut dikenakannya ketika shalat? Karena itulah Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah bekata kepada maulanya, Nafi’, yang shalat dalam keadaan tidak menutup kepala (dengan peci dan semisalnya), “Tutuplah kepalamu! Apakah engkau biasa keluar ke hadapan manusia dalam keadaan membuka kepalamu?” Nafi’ menjawab, “Tidak pernah.” “Allah adalah Dzat yang lebih pantas untuk engkau berhias bila hendak menghadap-Nya”, kata Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. (Syarh Ma’anil Atsar, 1/377)
Dengan demikian, semakin fahamlah kita bahwa yang sebenarnya dituntut dalam shalat bukan sekedar menutup aurat, tapi mengenakan zinah. Seseorang yang hendak shalat dituntut agar berada dalam penampilan yang bagus dan indah, karena ia akan berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Adz-Dzakhirah lil Qarafi 2/102, Al-Mulakhkhashul Fiqhi 1/93)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Hukum Menutup Pundak bagi Laki-laki di Dalam Shalat

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ شَيْءٌ
“Tidak boleh seorang lelaki di antara kalian shalat dengan hanya mengenakan satu kain sementara tidak ada di atas pundaknya sedikitpun dari kain tersebut8.” (HR. Al-Bukhari no. 359 dan Muslim no. 1151)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dalam hadits di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bimbingan kepada orang yang shalat dengan mengenakan satu kain saja tanpa ada pakaian lain, agar tidak mengikat kainnya pada bagian tengah tubuhnya sehingga dua pundaknya dibiarkan terbuka. Tapi hendaknya ia berselubung dengan kain tersebut, dua ujung kainnya diangkat lalu disilangkan dan diikatkannya di atas pundaknya, sehingga kain tersebut keberadaannya seperti izar dan rida`. Hal ini mungkin dilakukan bila kainnya lebar/lapang. Namun bila sempit maka terpaksa diikatkan pada pinggang sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
فَإِنْ كَانَ وَاسِعًا فَلْتَحِفْ بِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ
“Bila kainmu lebar berselimutlah dengannya (menutupi tubuh bagian bawah dan atas dengan disilangkan dua ujungnya di atas dua pundak) namun bila kainmu sempit ikatkanlah pada setengah tubuhmu yang bagian bawah9.” (HR. Al-Bukhari no. 361) [Syarhus Sunnah Al-Baghawi 2/433]

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dari dua hadits di atas, tergambar bagi kita hukum menutup pundak dalam shalat. Dalam masalah ini memang ada perselisihan pendapat di kalangan ahlul ilmi.

Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam pendapatnya yang masyhur mengatakan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan, berdalil dengan dzahir hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.
Sementara jumhur ulama, di antaranya imam yang tiga, berpandangan mustahab, karena yang wajib ditutup hanyalah aurat sementara dua pundak bukanlah aurat. Adapun larangan dalam hadits tidaklah menunjukkan haram karena adanya hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas. Sehingga larangan shalat dalam keadaan pundak terbuka mereka bawa kepada nahyut tanzih wal karahah, yaitu makruh, bukan haram. Wallahu a’lam. (Al-Umm kitab Ash-Shalah bab Jima’i Libasil Mushalli, Al-Majmu’ 3/181, Al-Mughni kitab Ash-Shalah fashl Hukmi Sitril Mankibain, Raddul Mukhtar ‘Ala Ad-Darril Mukhtar Syarhu Tanwiril Abshar Ibnu ‘Abidin 2/76, Subulus Salam 1/211, Taisirul Allam 1/259,260, Tamamul Minnah hal. 163)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Faedah

Apakah shalat seseorang batal bila di tengah shalatnya tersingkap bagian tubuhnya yang mesti ditutupi dalam shalat?
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menerangkan:
1. Bila ia melakukannya dengan sengaja maka batal shalatnya, baik sedikit atau banyak bagian tubuhnya yang tersingkap, lama ataupun hanya sebentar.
2. Bila tidak sengaja dan yang tersingkap hanya sedikit, shalatnya tidak batal.
3. Bila tidak sengaja namun yang tersingkap banyak dalam waktu yang singkat, shalatnya tidak batal.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

4. Tersingkap banyak bagian tubuhnya tanpa sengaja dalam waktu yang lama, ia tidak tahu kecuali di akhir shalatnya atau setelah salam, maka shalatnya tidak sah.
Misalnya: Seseorang shalat memakai sirwal (celana panjang yang luas/longgar) dan kain. Selesai salam dari shalatnya, ia dapatkan sirwalnya sobek besar pada bagian kemaluannya hingga menampakkannya, maka shalatnya tidak sah dan ia harus mengulangi shalatnya karena menutup aurat termasuk syarat sahnya shalat. Adapun bila di tengah shalat, pakaiannya sobek besar namun dengan segera ia pegang bagian yang sobek maka shalatnya sah. (Asy-Syarhul Mumti’ 1/446-447)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

5. Menghadap Kiblat

Yang dimaukan dengan kiblat adalah Ka’bah. Dinamakan kiblat karena manusia menghadapkan wajah mereka dan menuju kepadanya. (Al-Majmu’ 3/193, Ar-Raudhul Murbi’ Syarhu Zadil Mustaqni’, 1/119, Asy-Syarhul Mumti’ 1/501, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/96)

Awalnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau menghadap ke Ka’bah, kiblat yang beliau cintai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit10, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai. Hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, hadapkanlah wajah-wajah kalian ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab (dari kalangan Yahudi dan Nasrani) memang mengetahui bahwa menghadap ke Masjidil Haram itu benar dari Rabb mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 144)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، حَتَّى نَزَلَتِ اْلآيَةُ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ {وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ} فَنَزَلَتْ بَعْدَمَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، فَمَرَّ بِنَاسٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ، فَحَدَّثَهُمْ فَوَلَّوْا وُجُوْهَهُمْ قِبَلَ الْبَيْتِ
“Aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 bulan, hingga turunlah ayat dalam surah Al-Baqarah: ‘Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah (hadapkanlah) wajah kalian ke arahnya.’ Ayat ini turun setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat. Lalu pergilah seseorang dari mereka yang hadir dalam shalat berjamaah bersama Nabi. Ia melewati orang-orang Anshar yang sedang shalat (dalam keadaan masih menghadap ke arah Baitul Maqdis), maka ia pun menyampaikan kepada mereka tentang perintah perpindahan arah kiblat. Mendengar hal tersebut orang-orang Anshar pun memalingkan/menghadapkan wajah-wajah mereka ke arah Baitullah.” (HR. Muslim no. 1176) [Al-Hawil Kabir 2/68]

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bangkit untuk shalat, beliau menghadap Ka’bah, baik dalam shalat wajib maupun shalat nafilah. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu: “Berita ini merupakan sesuatu yang pasti keberadaannya karena mutawatirnya….” (Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1/55)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang yang salah shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلىَ الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ…
“Bila engkau bangkit untuk menegakkan shalat maka baguskanlah wudhu kemudian menghadaplah kiblat, setelah itu bertakbirlah….” (HR. Al-Bukhari no. 6251 dan Muslim no. 884)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Orang yang Melihat Ka’bah dan yang Tidak Melihatnya

Bagi orang yang shalat dalam keadaan dapat melihat Ka’bah maka wajib baginya shalat menghadap persis ke Ka’bah, seperti keadaan orang yang shalat di Masjidil Haram. Adapun orang yang tidak bisa menyaksikan Ka’bah secara langsung karena negerinya jauh dari Makkah misalnya, maka wajib baginya menghadap ke arah Ka’bah. Dalam hal ini perkaranya lapang, dalam arti bila seseorang shalat dalam keadaan menyimpang sedikit dari arah kiblat maka hal itu tidak menjadi masalah. Karena tetap saja ia dikatakan menghadap ke arah kiblat, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sekadar kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dan juga berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْـمَغْرِبِ قِبْلَةٌ
“Antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. At-Tirmidzi no. 342, Ibnu Majah no. 1011, dan selain keduanya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 292) [Lihat Al-Umm, kitab Ash Shalah, bab Istiqbalil Qiblah, Al-Majmu’ 3/195, Subulus Salam 1/214, Asy-Syarhul Mumti’ 1/509, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/96,97, Taudhihul Ahkam 2/17,18]

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Keberadaan arah kiblat di antara timur dan barat ini berlaku bagi penduduk Madinah dan negeri-negeri yang searah dengan Madinah. Dengan demikian, bagian selatan seluruhnya kiblat bagi mereka. Adapun yang tidak searah maka tentunya akan berbeda, arah kiblatnya bukan antara timur dan barat. Seperti kita di Indonesia ini, arah kiblatnya justru antara utara dan selatan. Wallahu a’lam.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Kapan Gugur Kewajiban Menghadap Kiblat?

Menghadap kiblat sebagai salah satu syarat shalat yang harus dipenuhi dapat gugur pewajibannya dalam keadaan-keadaan berikut ini:

1. Shalat tathawwu’ (shalat sunnah) bagi orang yang berkendaraan, baik kendaraannya berupa hewan tunggangan ataupun berupa alat transportasi modern seperti mobil, kereta api, dan kapal laut.
Jabir bin Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma berkata:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ أَنْمَارٍ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ مُتَوَجِّهًا قِبَلَ الْمَشْرِقِ مُتَطَوِّعًا
“Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Anmar mengerjakan shalat sunnah di atas hewan tunggangannya sementara hewan tersebut menghadap ke timur.” (HR. Al-Bukhari no. 4140)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengabarkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ، فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيْضَةِ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnah di atas hewan tunggangannya ke arah mana saja hewan itu menghadap. Namun bila beliau hendak mengerjakan shalat fardhu, beliau turun dari tunggangannya lalu menghadap kiblat.” (HR. Al-Bukhari no. 400)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ، يُوْمِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَيِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ، وَلَمْ يَكُنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat nafilah di atas hewan tunggangannya menghadap ke arah mana saja hewan itu menghadap, beliau memberi isyarat dengan kepalanya (ketika melakukan ruku’ dan sujud, –pent.). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal itu dalam shalat fardhu.” (HR. Al-Bukhari no. 1097)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

2. Shalat orang yang dicekam rasa takut seperti dalam keadaan perang, orang yang sakit, orang yang lemah, dan orang yang dipaksa (di bawah tekanan).

Orang yang tidak mampu menghadap kiblat disebabkan takut, sakit, atau dipaksa, ataupun dalam situasi berkecamuk perang maka diberi udzur baginya untuk shalat dengan tidak menghadap kiblat, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sekadar kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا
“Jika kalian dalam keadaan takut maka shalatlah dalam keadaan berjalan kaki atau berkendaraan.” (Al-Baqarah: 239)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma setelah menjelaskan tata cara shalat khauf, pada akhirnya beliau berkata:
فَإِنْ كَانَ خَوْفَ هُوَ أَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ، صَلُّوا رِجَالاَ قِيَامًا عَلَى أَقْدَامِهِم أَوْ رُكْبَانًا مُسْتَقْبِلِي الْقِبْلَةَ أَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلِيْهَا
“Bila keadaan ketakutan lebih dahsyat daripada itu, mereka shalat dengan berjalan di atas kaki-kaki mereka atau berkendaraan, dalam keadaan mereka menghadap kiblat ataupun tidak.” (HR. Al-Bukhari no. 4535)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga berkata:
غَزَوْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِبَلَ نَجْدٍ، فَوَازَيْنَا الْعَدُوَّ، فَصَافَفْنَا لَهُمْ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي لَنَا…
“Aku pernah berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di arah Najd. Kami berhadapan dengan musuh, lalu beliau mengatur shaf/barisan kami untuk menghadapi musuh. Setelahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami kami ….” (HR. Al-Bukhari no. 942)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Hadits di atas menunjukkan ketika situasi perang, seseorang tidak harus menghadap kiblat. Namun dia bisa menghadap ke mana saja sesuai dengan keadaan dan posisi musuh. (Al-Umm kitab Ash-Shalah, bab Al-Halain Al-Ladzaini Yajuzu Fihima Istiqbalu Ghairil Qiblah, Al-Hawil Kabir 2/70, 72,73, Al-Majmu’ 3/212, 213, Ar-Raudhul Murbi’ Syarhu Zadil Mustaqni’ 1/119, Al-Muhalla bil Atsar 2/257, Adz-Dzakhirah 2/118,122, Subulus Salam 1/214,215, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/97, Taudhihul Ahkam 2/20,21)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Orang yang Tersamar baginya Arah Kiblat

‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فِي لَيْلَةٍ مُظْلِمَةٍ فَلَمْ نَدْرِ أَيْنَ الْقِبْلَةُ، فَصَلَّى كُلُّ رَجُلٍ مِنَّا عَلَىحِيَالِهِ، فَلَمَّا أَصْبَحْنَا ذَكَرْنَا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَ {فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ}
“Kami pernah bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu safar di malam yang gelap. Ketika hendak shalat, kami tidak tahu di mana arah kiblat. Maka masing-masing orang shalat menghadap arah depannya. Di pagi harinya, kami ceritakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, turunlah ayat ‘Maka ke mana saja kalian menghadap, di sanalah wajah Allah’.” (HR. At-Tirmidzi no. 345, Ibnu Majah no. 1020. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi, Shahih Ibni Majah, dan Al-Irwa` no. 291)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu pasukan perang. Ketika itu, kami ditimpa mendung hingga kami bingung dan berselisih tentang arah kiblat. Pada akhirnya masing-masing dari kami shalat menurut arah yang diyakininya. Mulailah salah seorang dari kami membuat garis di hadapannya guna mengetahui posisi kami. Ketika pagi hari, kami melihat garis tersebut dan dari situ kami tahu bahwa kami shalat tidak menghadap arah kiblat. Kami ceritakan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak menyuruh kami mengulang shalat. Beliau bersabda: “Shalat kalian telah mencukupi.” (HR. Ad-DaraQathani, Al-Hakim dll. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` 1/323)
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Tatkala orang-orang sedang mengerjakan shalat subuh di Quba`, tiba-tiba ada orang yang datang seraya berkata, ‘Semalam telah diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ayat Al-Qur`an. Beliau diperintah untuk shalat menghadap ke Ka’bah.’ Mendengar hal tersebut, orang-orang yang sedang shalat itu pun mengubah posisi menghadap ke arah Ka’bah. Tadinya wajah mereka menghadap ke arah Syam, kemudian mereka membelakanginya untuk menghadap ke arah Ka’bah.” (HR. Al-Bukhari no. 403, 4491, 7251 dan Muslim no. 1178)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Hendaknya seseorang mencurahkan segala upayanya untuk mengetahui arah kiblatnya. Bila jelas baginya setelah selesai shalat bahwa ia menghadap selain arah kiblat, ia tidak perlu mengulang shalatnya karena shalat yang telah dikerjakannya telah mencukupi. (Subulus Salam, 1/213)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

6. Niat
Niat merupakan ketetapan hati untuk melakukan suatu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Niat tempatnya di hati, tidak dibenarkan dan bahkan termasuk perkara bid’ah bila diucapkan dengan lisan. (Raddul Mukhtar 2/90, 91, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/98, 99)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Hanyalah amalan-amalan itu dengan niat….” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sebagai bagian dari amalan ibadah, shalat yang dikerjakan tentunya harus diawali dan disertai niat.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

1 Termasuk syarat shalat adalah Islam, baligh/tamyiz, dan berakal. Syarat yang tiga ini harus ada dalam seluruh ibadah. (Ar-Raudhul Murbi’ Syarhu Zadil Mustaqni’, 1/98)
2 Dan termasuk perkara sunnah adalah shalat dengan memakai sandal (tentunya dengan perincian seperti yang dijelaskan oleh para ulama), sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَالِفُوا الْيَهُوْدَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُصَلُّوْنَ فِي نِعَالِهِمْ وَلاَ خِفَافِهِمْ
“Selisihilah Yahudi karena mereka tidak shalat dengan mengenakan sandal dan tidak pula khuf mereka.” (HR. Abu Dawud no. 652, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dan beliau membahas hadits ini dalam Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1/109)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

3 Dalam Ash-Shahihain, ada hadits Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَرَّ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّباَنِ فِي كَبِيْرٍ، بَلَى، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ (وَفِي رِوَايَةٍ: بَوْلِهِ)…
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, beliau berkata, “Kedua penghuni kuburan ini sedang diadzab. Tidaklah mereka diadzab karena perkara yang dianggap besar (oleh manusia) padahal sungguh perkaranya sebenarnya besar. Adapun salah satu penghuninya, (ia diadzab karena) tidak bersuci dari kencingnya (dalam satu riwayat: ia diadzab karena perkara kencingnya/ia tidak menjaga dari percikan najisnya)….”
4 Bila hendak mengerjakan shalat, karena keluarnya madzi merupakan salah satu pembatal wudhu.
5 Zinah adalah sesuatu yang dikenakan untuk berhias/memperindah diri seperti pakaian. (Mukhtarush Shihah, hal. 139)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

6 Pundak laki-laki misalnya, bukanlah aurat di luar shalat karena batas aurat laki-laki dengan sesama lelaki adalah antara pusar dan lutut. Namun di dalam shalat ada perintah untuk menutup pundak sebagaimana akan disebutkan haditsnya.
7 Misalnya wajah dan kedua telapak tangan wanita boleh ditampakkan ketika shalat, selama tidak ada lelaki ajnabi (non mahram). Namun di luar shalat ia harus menutupnya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Tentang pakaian wanita dalam shalat telah dibahas dalam lembar Sakinah dari majalah ini.
8 Maksudnya shalat dalam keadaan kedua pundak terbuka, tidak ada pakaian yang menutupi.
9 Daerah aurat antara pusar dan lutut harus tertutup.
10 Dalam keadaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu dari langit yang memerintahkan beliau untuk menghadap ke Baitullah ketika shalat.

Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : http://www.asysyariah.com

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Kebodohan Merusak Kebersamaan
Penulis: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Syariah, Nasehat, 01 – Oktober – 2007, 10:01:57

Orang-orang yang cerdas dan berilmu niscaya mengetahui betapa pentingnya kebersamaan. Sehingga mereka benar-benar menjaga kebersamaan dalam jamaah kaum muslimin dan penguasa (pemerintah)-nya. Adapun orang-orang yang bodoh, sama sekali tidak mengerti betapa pentingnya kehidupan berjamaah dengan satu penguasa. Bahkan mereka tidak mengerti mana yang lebih banyak antara satu dan sepuluh. Yakni, mana yang lebih besar antara korupsi, kolusi, atau nepotisme (KKN) dengan pertumpahan darah kaum muslimin dalam perang saudara.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Seorang yang berilmu mengetahui bahwa dengan mengikuti bimbingan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut penerapannya yang dicontohkan salafus shalih, pasti kaum muslimin akan terbimbing ke jalan yang terbaik. Maka, ia akan menghadapi penguasa yang dzalim dengan petunjuk dan bimbingan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan orang-orang yang bodoh berjalan bersama emosi dan hawa nafsunya, tanpa meminta bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka merasa lebih pandai dan lebih cerdas dari para nabi dan para ulama yang merupakan para pewarisnya. Merekalah kaum reaksioner Khawarij, yang selalu menyebabkan petaka dan bencana di setiap zaman. Mereka tidak memperbaiki keadaan –seperti pengakuan mereka– tetapi justru menghancurkan kebersamaan.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Banyak tulisan-tulisan mereka yang sampai kepada tangan penulis, dalam bentuk surat, selebaran, ataupun makalah-makalah. Hampir seluruhnya berisi “dalil-dalil” dan “bukti-bukti” tentang kafirnya penguasa, yang kemudian berujung menghalalkan darah mereka. Tentu saja dengan nama samaran, alamat palsu, dan penerbit yang tidak jelas. Namun seperti CD yang diputar ulang, isinya tetap sama seperti ucapan Khawarij yang pertama: “Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka ia kafir.”

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Tentu saja jawaban kita Ahlus Sunnah seperti jawaban Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat yang lain: “Kalimat yang haq, namun yang dimaukan adalah kebatilan.” Yakni, ayat-ayat dan hadits-hadits dalam tulisan mereka adalah kalimat-kalimat yang haq dan kita tidak membantahnya. Namun, apa yang dimaukan dengannya?

Diriwayatkan dari ‘Ubaid bin Rafi’ bahwa ketika kaum Khawarij mengatakan “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah”, Ali radhiyallahu ‘anhu pun berkata: “Kalimat yang haq, namun yang mereka maukan adalah kebatilan. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggambarkan kepada kami suatu kaum, maka kamipun telah mengenalinya. Yaitu sekelompok orang yang berbicara kebenaran, namun tidak melewati ini –sambil mengisyaratkan ke tenggorokannya–. Mereka adalah makhluk-makhluk yang paling dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala….” (HR. Muslim, Kitabuz Zakah juz 7 hal. 173)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Kalau saja mereka menulis dalil-dalil tersebut dalam rangka memperingatkan dan mengancam, maka kamipun sepakat. Karena Al-Imam Ahmad rahimahullahu menyatakan dalam masalah wa’id (ancaman): “Biarkanlah ancaman seperti apa adanya, agar manusia menjadi takut.” Namun ketika men-ta’yin (menentukan si Fulan atau si Allan) kafir, tentu kita harus merincinya. Karena pada dalil-dalil itu bisa jadi yang dimaksud kufur ashghar (kafir kecil) atau kufur akbar (kafir besar), kafir amali atau kafir i’tiqadi, dan lain-lain. Namun yang kita bahas kali ini adalah kebodohan mereka dalam penerapan dalil-dalil tersebut serta akibat dari kebodohan mereka.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Adapun kebodohannya, sangat jelas sekali. Karena mereka menerapkan dalil-dalil kepada orang-orang yang masih shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat dan pergi haji. Bukankah di antara hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mendasar adalah ibadah tersebut? Berarti mereka –paling tidak– masih berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara-perkara yang sangat penting tersebut, yang merupakan dasar-dasar keislaman. Oleh karena itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk memerangi penguasa yang masih shalat.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ، يُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ، وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْنَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لاَ مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُوْنَهُ فَاكْرَهُوْا عَمَلَهُ، وَلاَ تَنْزِعُوْا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

“Sebaik-baik penguasa kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, yang kalian mendoakan (kebaikan, pent.) mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan sejelek-jelek penguasa kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian, serta kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” Dikatakan:”Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau bersabda: “Jangan selama mereka masih menegakkan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat dari penguasa kalian sesuatu yang tidak kalian sukai, bencilah perbuatannya namun jangan mencabut tangan kalian dari ketaatan.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya juz 3 hal. 1481 cet. Daru Ihya`ut Turats Al-‘Arabi, Beirut cet. 1, dari jalan Yazid bin Yazid, dari Zuraiq bin Hayyan, dari Muslim bin Qaradhah, dari ‘Auf radhiyallahu ‘anhu)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Ibnu ‘Allan rahimahullah wa ghafarallahu lahu (semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati dan mengampuni beliau) berkata: “Ucapan beliau ‘selama mereka menegakkan shalat di tengah-tengah kalian’ adalah larangan untuk memerangi mereka selama mereka masih menegakkan shalat. Karena shalat merupakan tanda-tanda keislaman mereka. Sebab perbedaan antara kekafiran dan keislaman adalah shalat. Yang demikian karena kekhawatiran akan timbulnya fitnah dan perpecahan di kalangan kaum muslimin, yang tentunya lebih parah kemungkarannya daripada bersabar terhadap kejelekan dan kemungkaran yang muncul dari penguasa tersebut.” (Dalilul Falihin li Thuruqi Riyadhis Shalihin juz 1 hal. 473 cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Mereka (Khawarij) adalah sejahat-jahat makhluk, karena membawa ayat-ayat yang turun tentang orang kafir kemudian diterapkannya kepada kaum muslimin.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari rahimahullahu, Kitab Istitabatil Murtaddin juz 8 hal. 51)
Maka jangan teperdaya dengan banyaknya ucapan dari para ulama salaf, Ahlus Sunnah dan Ahlul Hadits, yang dinukil dalam tulisan-tulisan mereka. Karena semua itu hanya sesuatu yang dipakai untuk menutupi kebatilan mereka. Para ulama berbicara tentang bahayanya berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam bentuk ancaman, kemudian mereka menyimpulkannya dengan pengkafiran kaum muslimin dan penghalalan darah secara ta’yin!

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Terlebih kebanyakan mereka berusia muda serta bodoh karena minimnya kedewasaan mereka. Sehingga mereka hanya mengandalkan semangat dan ‘otot’ saja, tanpa dilandasi oleh ilmu serta pertimbangan yang matang. Hal seperti ini pun digambarkan dalam riwayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut:
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ، أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَاهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda umurnya tapi bodoh pemikirannya. Mereka berbicara seperti perkataan manusia yang paling baik. Keimanan mereka tidak melewati tenggorokannya. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari buruannya. Di mana saja kalian temui mereka, bunuhlah mereka. Sesungguhnya membunuh mereka akan mendapatkan pahala pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Al-Imam Al-Ajurri rahimahullahu berkata tentang Khawarij: “Tidak ada perselisihan di antara para ulama yang dahulu maupun sekarang bahwa Khawarij adalah kaum yang sangat jelek. Mereka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun mereka melakukan shalat, puasa, dan bersungguh-sungguh dalam beribadah.”

Maka, akibatnya sangat fatal sekali. Dengan kebodohannya mereka mengkafirkan penguasa berikut aparaturnya, pendukungnya serta semua yang tidak mengkafirkan mereka. Kemudian mereka menghalalkan darahnya serta membolehkan pemberontakan dan praktik-praktik teror. Ini sangat fatal, karena mereka menjadikan citra Islam demikian menakutkan di mata manusia. Akhirnya islamofobia menjalar di masyarakat. Sungguh para pengacau Khawarij memikul dosa besar atas rusaknya gambaran Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Padahal sesungguhnya diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa Islam ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya`: 107)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Karikatur orang-orang kafir Denmark –la’natullah ‘alaihim– memang sangat menyakitkan. Namun apakah pemicu perbuatan mereka kalau bukan perbuatan para teroris banci?!

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya berperang melawan orang-orang kafir namun mereka tetap berwibawa di hadapan kawan dan lawan. Mengapa? Karena perang mereka sangat gentle. Memerangi kafir harbi dan tidak memerangi kafir dzimmi, mu’ahad, dan utusan-utusan. Berhadapan muka, bukan dari belakang. Membunuh tentara mereka dan tidak membunuh warga sipil, wanita, dan anak-anak.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama pasukannya. Kemudian beliau melihat orang-orang mengerumuni sesuatu, maka beliau mengutus seseorang untuk melihatnya. Ternyata didapati seorang wanita yang terbunuh oleh pasukan terdepan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْطَلِقْ إِلَى خَالِدِ بْنِ الْوَلِيْدِ فَقُلْ لَهُ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ يَقُوْلُ لاَ تَقْتُلَنَّ ذُرِّيَّةً وَلاَ عَسِيْفًا
“Pergilah kepada Khalid dan katakanlah kepadanya: ‘Sesungguhnya Rasulullah melarang engkau membunuh dzurriyyah (wanita dan anak-anak) dan pekerja (warga sipil)’.” (HR. Abu Dawud)

Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قُلْ لِخَالِدٍ لاَ تَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلاَ عَسِيْفًا
“Katakan kepada Khalid: ‘Jangan ia membunuh wanita dan pekerja’.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ath-Thahawi. Lihat Ash-Shahihah karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu, 6/314)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Dengan kata lain, kebodohan kaum reaksioner Khawarij telah menyuburkan berbagai bentuk kerusakan, di antaranya: meruntuhkan kebersamaan kaum muslimin, pertumpahan darah sesama muslim, kekacauan, dan yang lebih parah lagi adalah rusaknya citra Islam. Tidak heran jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan mereka dengan gambaran-gambaran yang sangat jelek dan mengerikan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebut mereka sebagai anjing-anjing neraka, sejelek-jelek bangkai di bawah naungan langit, dan lain-lain.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Diriwayatkan dari Abu Ghalib rahimahullahu bahwa ia berkata: “Pada saat aku berada di Damaskus, tiba-tiba didatangkanlah 70 kepala dari tokoh-tokoh Haruriyyah (Khawarij) dan dipasang di tangga-tangga masjid. Pada saat itu datanglah Abu Umamah –sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam– kemudian masuk ke masjid. Beliau shalat dua rakaat, lalu keluar menghadap kepala-kepala tadi. Beliau memandangnya beberapa saat sambil meneteskan air mata, kemudian berkata: “Apa yang dilakukan oleh iblis-iblis ini terhadap ahlul Islam?” (tiga kali diucapkan). Dan beliau berkata lagi: “Anjing-anjing neraka.” (juga tiga kali diucapkan). Kemudian beliau berkata:
هُمْ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمْاءِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوْهُ
“Mereka adalah sejelek-jelek bangkai di bawah naungan langit, dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang dibunuh oleh mereka.” (tiga kali)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Kemudian beliau menghadap kepadaku seraya berkata: “Wahai Abu Ghalib, sesungguhnya engkau berada di negeri yang banyak tersebar hawa nafsu dan banyak kekacauan.” Aku menjawab: “Ya.” Beliau berkata: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungimu dari mereka.” Aku katakan: “Tetapi mengapa engkau menangis?” Beliau menjawab: “Karena kasih sayangku kepada mereka, sesungguhnya mereka dulunya adalah golongan Islam (di atas Islam yang benar).” Aku bertanya kepadanya: “Apakah yang kau sampaikan itu sesuatu yang kau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sesuatu yang kau sampaikan dari pendapatmu sendiri?!” Beliau menjawab: “Kalau begitu, berarti aku sangat lancang jika aku menyampaikan apa yang tidak aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya –hingga beliau menyebutnya sampai tujuh kali. (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah hal. 156)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Diriwayatkan pula dari Sa’id bin Jahman, beliau berkata: “Saya masuk menemui Ibnu Abi Aufa dalam keadaan beliau telah buta. Aku memberi salam kepadanya. Ia pun menjawab salamku, kemudian bertanya: “Siapakah engkau ini?” Aku menjawab: “Saya Sa’id bin Jahman.” Dia bertanya lagi: “Apa yang terjadi pada ayahmu?” Aku menjawab: “Dia dibunuh oleh sekte Azariqah (salah satu sekte Khawarij).” Maka Ibnu Abi Aufa mengatakan tentang Azariqah: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memerangi Azariqah. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan kepada kami:
أَلآ إِنَّهُمْ كِلاَبُ أَهْلِ النَّارِ
“Ketahuilah bahwa mereka adalah anjing-anjing penduduk neraka.”
Aku bertanya: “Apakah sekte Azariqah saja atau seluruh Khawarij?” Beliau menjawab: “Seluruh Khawarij.” (As-Sunnah, Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullahu hal. 428 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Zhilalul Jannah)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Sebaliknya, kita lihat orang-orang yang cerdas dan berilmu yaitu para shahabat radhiyallahu ‘anhum ketika mengalami masa-masa fitnah. Di antaranya Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu yang –konon katanya1– diusir oleh khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Maka beliau pergi ke Syam. Ternyata di Syam pun terjadi perselisihan dengan gubernurnya yaitu Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu. Ia pun keluar dari Syam dan tinggal di desa terpencil yang bernama Rabadzah. Apa sikap beliau? Apakah ia bergabung bersama Khawarij memerangi penguasa untuk membela pribadinya?

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Sungguh itulah dugaan kaum reaksioner Khawarij kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Tetapi Abu Dzar tidak sebodoh yang mereka sangka. Ketika mereka mendatangi Rabadzah dan mengatakan kepadanya: “Kibarkanlah bendera untuk kami! Niscaya kami akan menjadi tentaramu melawan khalifah ‘Utsman!” Abu Dzar pun menjawab: “Demi Allah, kalaupun ‘Utsman mengusirku ke timur ataupun ke barat, niscaya aku pun akan mendengar dan taat.” (Ath-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’d, juz 4 hal. 227, melalui kitab Mauqif Ash-Shahabah fil Fitnah karya Dr. Muhamad Amhazun juz 1 hal. 457)
Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah rahimahullahu, Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai ahlul Islam, jangan kalian tawarkan kejelekan kalian kepadaku! Jangan kalian jatuhkan kehormatan penguasa. Karena sesungguhnya barangsiapa menghinakan penguasa (muslim) maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghinakannya.” (Mushannaf, juz 15 hal. 227 melalui kitab Mauqif Ash-Shahabah fil Fitnah oleh Dr. Muhamad Amhazun juz 1 hal. 457)

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Jangan kita mengatakan bahwa sikap tersebut khusus karena penguasanya adalah seorang shahabat yang mulia, ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Jangan bodoh atau berpura-pura bodoh! Bukankah pelajaran yang kita ambil adalah dari keumuman lafadznya, yaitu “penguasa muslim”? Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan akan ada penguasa yang hatinya seperti hati setan dalam tubuh manusia, tidak mengikuti As-Sunnah. Namun tetap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan untuk sabar dan menahan diri selama masih shalat (lihat kembali rubrik Nasihat edisi lalu).

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Sungguh kita tidak sedang membela para penguasa. Tidak pula menyamakan penguasa kita dengan ‘Utsman bin ‘Affan. Jauh sekali perbedaan antara keduanya. Tetapi kita mengajak kaum muslimin untuk menghitung dengan hitungan hikmah dan As-Sunnah. Agar kita tidak terjerumus dalam kemungkaran yang lebih besar, menyalakan api peperangan sesama kaum muslimin, mengacaukan keamanan yang akan merusak kehidupan kaum muslimin dan lain-lain, dengan mengatasnamakan dakwah dan jihad. Wallahul musta’an.

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

1 Saya katakan “konon katanya”, karena ternyata riwayatnya tidaklah benar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu tidaklah diusir, melainkan menyendiri atas kemauannya sendiri, karena perbedaan pendapat yang terjadi antara beliau dengan beberapa shahabat yang lain.

Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : http://www.asysyariah.com

=========================================
PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KUMPULAN PUISI-PUISI TAUSIYAH ISLAMI – KOLEKSI PUISI TAUSIYAH ISLAMI – ANTOLOGI PUISI TAUSIYAH ISLAMI (not here)
=========================================

Tinggalkan komentar